A. TEORI MENGENAI
ASAL-USUL ORANG INDONESIA
Para ahli memiliki
pandangan masing-masing mengenai asal- mula bangsa Indonesia. Masing-masing berpendapat berdasarkan sudut pandang yang berbeda. Ada ahli yang menyelidiki asal-
usul bangsa Indonesia dari persebaran
bahasa, ada
pula yang
melihatnya dari persebaran peninggalan artefak-artefak (benda- benda rumah tangga dari batu, tulang dan logam)
atau pun fosil- fosil manusia
purbanya. Dilansir dari buku Sejarah X karangan Hendrayana berikut ini disampaikan teori-teori para ahli tentang asal-usul masyarakat Indonesia.
Prof. Dr. H. Kern, ilmuwan asal Belanda, menyatakan bahwa bangsa
Indonesia berasal dari Asia. Kern berpendapat bahwa bahasa- bahasa yang digunakan di kepulauan
Indonesia, Polinesia,
Melanesia, Mikronesia memiliki
akar bahasa yang sama, yakni bahasa Austronesia. Kern menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berawal dari satu daerah
dan menggunakan bahasa Campa. Menurutnya, nenek-moyang bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik
menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah Campa dengan
di Indonesia, misalnya
kata “kampong” yang banyak digunakan sebagai kata tempat
di Kamboja.
Selain nama geografis, iIstilah-istilah binatang dan alat perang
pun
banyak kesamaannya. Tetapi pendapat
ini disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt
berdasarkan perbendaharaan bahasa Campa.
Van Heine
Geldern pun berpendapat tak jauh
berbeda dengan Kern
bahwa bahasa
Indonesia berasal dari Asia Tengah. Teori Geldern ini didukung oleh penemuan-penemuan sejumlah artefak, sebagai perwujudan budaya, yang ditemukan di Indone- sia mempunyai banyak kesamaan
dengan yang ditemukan di daratan Asia. Sedangkan, Max Muller berpendapat lebih spesifik, yaitu bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia Tenggara. Namun, alasan Muller tak didukung oleh alasan yang jelas.
Sementara itu,
Willem Smith melihat
asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan bahasa
oleh orang- orang Indonesia. Willem Smith membagi bangsa-bangsa di Asia atas dasar
bahasa yang dipakai,
yakni bangsa yang berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa
Jerman, dan
bangsa
yang berbahasa Austria. Lalu bahasa Austria dibagi dua,
yaitu bangsa yang berbahasa Austro Asia
dan bangsa yang berbahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia, Melanesia, dan Polinesia. Ahli lain yang bernama
Hogen menyatakan
bahwa bangsa yang mendiami daerah
pesisir Melayu
berasal
dari Sumatera. Bangsa Melayu ini kemudian bercampur dengan bangsa Mongol yang disebut
bangsa Proto
Melayu (Melayu Tua) dan
Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Proto Melayu kemudian menyebar di sekitar wilayah
Indonesia pada tahun 3.000 hingga 1.500 SM, sedangkan
bangsa Deutro Melayu
datang ke Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM. Pendapat Hogen tak jauh beda dengan pendapat
Drs. Moh. Ali. Ali menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal
dari daerah Yunan, Cina. Pendapat ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak
oleh bangsa-bangsa lebih kuat sehingga mereka
pindah ke selatan,
termasuk ke Indonesia. Ali mengemukakan bahwa leluhur
orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan
Asia dan mereka berdatangan secara bergelombang. Gelombang
pertama berlangsung dari 3.000 hingga .500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1.500 hingga 500 SM (Deutro Melayu). Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum dengan jenis perahu bercadik-satu, sedangkan
gelombang kedua menggunakan perahu bercadik-dua.
baca juga : glosarium, istilah Sejarah dan penjelasannya
Sementara itu Prof. Dr.
Krom menguraikan bahwa masyarakat awal Indonesia berasal dari Cina Tengah
karena di daerah Cina Tengah banyak terdapat sumber sungai besar. Mereka menyebar ke kawasan Indonesia sekitar 2.000 SM sampai
1.500
SM. Sedangkan
Mayundar
berpendapat bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India,
lalu menyebar ke wilayah Indocina terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Teori Mayundar
ini didukung oleh penelitiannya bahwa bahasa Austria merupakan bahasa Muda di India bagian timur.
Ahli lain, Dr. Brandes, berpendapat bahwa suku-suku yang bermukim di
kepulauan Indonesia memiliki persamaan dengan bangsa-bangsa yang
bermukim di daerah-
daerah yang membentang dari sebelah utara Pulau Formosa di Taiwan, sebelah barat Pulau Madagaskar; sebelah selatan yaitu Jawa, Bali; sebelah timur hingga ke tepi pantai bata
Amerika. Brandes melakukan penelitian ini berdasarkan perbandingan bahasa.
Sejarawan Indonesia, Prof. Mohammad
Yamin, bahkan menentang teori-teori di atas. Ia menyangkal bahwa orang Indonesia berasal dari luar
kepulauan Indonesia. Menurut pandangannya, orang Indonesia adalah asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri.
Ia bahkan meyakini
bahwa ada sebagian bangsa
atau
suku di luar negeri yang berasal
dari Indonesia. Yamin menyatakan bahwa temuan fosil dan artefak
lebih banyak dan lengkap di Indonesia daripada daerah lainnya di Asia, misalnya, temuan fosil Homo atau Pithecanthropus
soloensis dan wajakensis
yang tak ditemukan di daerah
Asia lain termasuk Indocina (Asia Tenggara).
Persebaran ras, rumpun, bangsa, dan suku, selain dapat diteliti melalui
ilmu antropologi
juga dapat dilacak melalui
penelitian biologis,
yakni pada gen manusia. Gen merupakan bagian dari kromosom
yang menjadi lokasi tempat
sifat-sifat keturunan (hereditas)
pada makhluk hidup. Dalam
gen inilah terdapat senyawa asam yang bernama deoxyribo nucleic acid atau DNA. Dari penelitian terhadat
zat kimia inilah
para ilmuwan
dapat menentukan karakter
dan usia manusia secara genetis. Dari sinilah mereka menafsirkan ke mana sajaarah persebaran ras manusia.
B. PROTO MELAYU DAN DEUTRO MELAYU
Sementara itu,
sekitar tahun 1.500
SM, bangsa dari Campa terdesak oleh bangsa lain yang
lebih kuat yang datang dari Asia Tengah (sekitar Mongol). Bangsa yang
terdesak ini lalu bermigrasi ke Kamboja
dan meneruskannya ke Semenanjung Malaka. Dari Malaka, mereka
melanjutkan pelariannya ke daerah
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina. Yang di Filipina lalu melanjutkan
perjalanannya ke Sulawesi dan Maluku.
Selanjutnya, mereka yang mendiami wilayah Indonesia membentuk komunitas
masing-masing. Mereka
berkembang menjadi suku-suku tersendiri, seperti Aceh, Batak,
Padang, Palembang,
di Sumatera; Sunda dan Jawa di Pulau Jawa; Dayak di
Kalimantan, Minahasa, Bugis, Toraja, Makassar
di Sulawesi; Ambon di Maluku.
Sedangkan mereka yang bercampur
dengan bangsa asli yang berkulit hitam berkembang menjadi suku-suku tersendiri, seperti di Flores.
Baca juga: Bank soal Sejarah Indonesia Part V
Selain teori di atas, ada pendapat yang menyatakan bahwa
nenek moyang bangsa
Indonesia adalah orang-orang
Melayu. bangsa Melayu ini telah mendiami
Indonesia bagian barat dan Semenanjung Melayu (Malaysia) sejak dulu. Para ahli membagi dua bangsa Melayu ini: Proto Melayu atau
Melayu Tua dan Deutro Melayu atau Melayu Muda.
1. Melayu Tua (Proto Melayu)
Bangsa Melayu
Tua ini memasuki
wilayah Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM. Mereka masuk melalui dua rute: jalan barat dan jalan timur. Jalan barat adalah melalui Semenanjung Melayu kemudian terus ke Sumatera
dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia. Sementara jalan timur adalah melalui Kepulauan Filipina terus ke Sulawesi
dan kemudian tersebar
ke seluruh Indonesia. Para ahli memperkirakan bahwa bangsa Melayu Tua ini peradabannya satu tingkat
lebih tinggi dibandingkan dengan manusia purba yang ada di Indonesia. Orang-orang Melayu Tua ini berkebudayaan Batu Muda (Neolitikum). Benda-benda buatan mereka masih menggunakan batu namun telah sangat halus. Kebudayaan kapak persegi dibawa bangsa Proto Melayu melalui
jalan barat, sedangkan kebudayaan
kapak lonjong melalui jalan timur. Sebagian
dari mereka ada yang bercampur dengan ras kulit hitam.
Pada perkembangan selanjutnya, mereka terdesak ke arah timur karena kedatangan bangsa Melayu Muda. Keturunan Proto
Melayu ini sampai kini masih berdiam di Indonesia bagian timur, seperti di Dayak, Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua. Sementara
itu, bangsa kulit hitam (Ras Negrito)
yang tidak mau bercampur
dengan bangsa Proto Melayu lalu berpindah ke pedalaman atau pulau terpencil agar terhindar dari pertemuan dengan suku atau bangsa
lain yang mereka anggap sebagai “peganggu”. Keturunan mereka hingga kini masih dapat dilihat meski
populasinya sedikit, antara lain orang Sakai di Siak, orang Kubu di Palembang,
dan orang
Semang di Malaka.
2. Melayu Muda (Deutro Melayu)
Bangsa Melayu
Muda memasuki kawasan Indonesia sekitar 500 SM secara bergelombang. Mereka masuk melalui
jalur barat, yaitu melalui
daerah Semenanjung Melayu terus
ke Sumatera dan tersebar ke wilayah Indonesia yang lain. Kebudayaan mereka lebih maju daripada bangsa Proto Melayu.
Mereka telah pandai membuat benda-benda
logam (perunggu). Kepandaian ini lalu berkembang menjadi membuat besi.
Kebudayaan Melayu Muda ini sering
disebut kebudayaan Dong Son. Nama Dong Son ini disesuaikan dengan nama daerah di
sekitar Teluk Tonkin (Vietnam)
yang banyak ditemukan benda-benda peninggalan dari logam. Daerah Dong Son ini ditafsir sebagai
tempat asal bangsa Melayu
Muda
sebelum pergi menuju Indonesia.
Hasil-hasil kebudayaan perunggu
yang ditemukan di Indonesia di antaranya adalah kapak corong (kapak sepatu), nekara, dan bejana perunggu. Benda-benda logam ini umumnya terbuat dari tuangan (cetakan).
Ke turunan bangsa Deutro Melayu
ini selanjutnya berkembang menjadi suku-suku tersendiri,
misalnya Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Minang, dan lain-lain. Kern menyimpulkan
hasil penelitian bahasa
yang tersebar di
Nusantara adalah serumpun karena berasal dari
bahasa Austronesia
Perbedaan bahasa yang terjadi
di daerah-daerah Nusantara seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura,
Aceh, Batak,
Minangkabau, dan lain- lainnya, merupakan akibat dari keadaan alam Indonesia sendiri
yang dipisahkan oleh laut dan selat.
Di samping dipisahkan oleh selat dan samudera,
perbedaan bahasa pun disebabkan karena setiap pulau di Indonesia memiliki
karakteristik alam yang berbeda-beda.
Semula
bahasa bangsa Deutro
Melayu
ini sama, namun
setelah menetap
di tempat masing-masing mereka pun mengembangkan bahasa tersendiri.
Kosakata yang dulu dipakai
dan masih diingat
tetap digunakan, sedangkan untuk menamai
benda-benda yang baru dilihat di tempat tinggal yang baru (Indonesia) mereka membuat
kata-kata mereka sendiri. Jadi,
jangan heran, bila ada sejumlah
kata yang terkadang sama
bunyinya di antara
dua suku namun
memiliki arti yang berbeda sama sekali, tak ada hubungan.
Ada pula kata yang memiliki arti yang masih berhubungan
meski tak identik,
seperti kata “awak”.
Kata
awak bagi orang Minang berarti “saya”, sedangkan menurut orang Sunda berarti “badan”.
Selanjutnya, bangsa
Melayu Muda inilah
yang berhasil mengembangkan peradaban dan kebudayaan
yang lebih maju daripada bangsa Proto Melayu dan bangsa Negrito
yang menjadi penduduk di pedalaman. Hingga sekarang keturunan bangsa
Proto Melayu dan Negrito masih bermasyarakat secara sederhana, mengikuti pola moyang mereka, dan kurang bersentuhan dengan budaya luar seperti India,
Islam, dan Eropa.
Sedangkan bangsa
Deutero Melayu
mampu berasimilasi dengan kebudayaan Hindu- Budha, Islam, dan Barat.