Sambutan rakyat Indonesia
terhadap proklamasi.
Setelah berhasil merumuskan
teks proklamasi Bung Karno berpesan kepada para pemimpin yang bekerja pada pers
dan kantor berita, terutama B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan
menyiarkannya keseluruh dunia. Sewa alat komunikasi yang ada dipergunakan untuk
menyebarluaskan berita proklamasi. Pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi
telah sampai ditangan Kepala Bagian Radio Kantor Waidon B. Polenewen dari
seorang wartawan Donei yaitu Syahrudin. Untuk itu kemudian F. WUz (seorang
markonis) menyiarkan berita proklamasi berturut-turut setiap setengah jam
sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti walaupun dilarang oleh pihak Jepang.
Sedangkan pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat
berita proklamasi dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus
1945 pemancar radio disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk.
Para pemuda akhirnya membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang
teknisi radio yang diambil dari Kantor Berita Domci. Di Menteng 31 para pemuda
berhasil merakit pemancar baru dengan kode panggilan DJKI.
baca juga : kebijakan Raffles (Inggris) ketika menjajah Indonesia
Selain melalui siaran radio
berita proklamasi juga disiarkan melalui surat kabar. Diantaranya “Suara Asia” yang
di Surabaya dan “Cahaya” di Bandung.
Dalam menyambut Proklamasi kemerdekaan Indonesia,
rakyat mengartikan bahwa bangsa Indonesia telah bebas dari penjajahan, oleh
karena itu hal-hal yang menyangkut tentang keamanan dan pemerintahan negara
Indonesia itu menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia sendiri. Untuk itu maka
para pemuda berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang dengan sasaran
:
- menduduki kantor-kantor pemerintah
- menurunkan bendera Hinomaru dan menggantikan dengan bendera Merah Putih.
- pencarian senjata dan lain-lain dan menjaga kemungkinan segala hal, yang ingin menggagalkan kemerdekaan.
Rapat
Raksasa di IKADA
Pada tanggal 19 September 1945, rakyat Jakarta yang
dipelopori oleh para pimpinan komite Van Aksi mengadakan rapat Raksasa di
Lapangan Ikada dengan tujuan para pemimpin bangsa Indonesia dapat berbicara
langsung dihadapan rakyat Indonesia. Rakyat telah siap menunggu perintah dan
tugas-tugas selanjutnya dalam rangka mendukung dan mempertahankan Proklamasi
Kemerderkaan Indonesia.Jepang yang sebelumnya telah diultimatum oleh sekutu,
bahwa Jepang tidak boleh merubah status quo, maka Jepang akhirnya melarang
dilaksanakannya rapat tersebut. Untuk menjaga supaya tidak terjadi bentrokan
senjata antara bangsa Indonesia dengan prajurit Jepang yang telah menjaga ketat
Lapangan IKADA, maka Bung Karno hanya menyampaikan pidato singkat, tentang
kepercayaan rakyat terhadap para pimpinan bangsa dan masa dipersilahkan untuk
kembali dengan tertib dan tenang.
Hal ini merupakan suatu kenyataan bahwa rakyat
dengan sadar berjuang pertahankan kemerdekaan yang makin lama semakin kuat
dengan suatu tekad "Merdeka atau Mati". Rapat Raksasa di Lapangan
Ikada hanya berlangsung beberapa menit, tetapi berhasil mempertemukan rakyat dengan
pemerintah Republik Indonesia.
Di
Jawa Tengah berita tentang Proklamasi diterima melalui siaran radio Domei yang
kemudian dibawa oleh Syarief Sulaiman dan MS. Mintarjo ke gedung Jawa HOKOKAI
yang saat itu sedang melaksanakan sidang dibawah pimpinan Mr. Wongso Negoro.
Insiden
Bendera di Hotel Yamato
Di
Surabaya, tanggal 11 September 1945 para pemuda
mengadakan rapat umum di Pasar Turi dan dilanjutkan dengan perebutan senjata di
markas-markas tentara Jepang di seluruh kota Surabaya. Tanggal 19 September
1945, terjadi insiden bendera di Hotel Yamato (Jl. Tunjungan Surabaya).
Penyebab
: Orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dibantu oleh
personil RAPWI (Rehabilitation Allied Prisoners of War and Interness) dan
mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel tersebut. Para pemuda marah
kemudian menyerbu hotel, bendera Belanda diturunkan dan dirobek birunya, untuk
dikibarkan kembali sebagai bendera merah putih.
Di
Yogyakarta, tanggal 5 September 1945, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX menyatakan bahwa kesultanan Ngayogyakarta sebagai Daerah
Istimewa “Republik Indonesia”. Sejak saat itu para pegawai (bangsa Indonesia)
dari instansi pemerintah maupun perusahaan Jepang mogok, menuntut agar Jepang menyerahkan semua kantor
kepada orang Indonesia.
Di
Bandung, tanggal 9 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara para pemuda
dengan tentara Jepang ketika berusaha merebut pangkalan udara Andir dan pabrik
senjata ACW (Artillerie Contruktie Winkel).
Di
Makasar, tanggal 27 Oktober 1945 para pemuda bersatu padu menyerang
obyek-obyek yang diduduki oleh NICA yang dibantu oleh Australia, sehingga
serangan pemuda gagal.
Di
Sulawesi Utara, pada tanggal 14 Pebruari 1946 pemuda KNIL yang tergabung
dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di tangsi hitam, tangsi
putih di Teling Menado dan juga menguasai markas Belanda di Tomohon dan
Tondano.
Di Kutaraja (Banda Aceh), tanggal
6 Oktober 1945 para pemuda membentuk angkatan Pemuda Indonesia (API),
mengibarkan bendera merah purih dan mengambil alih kekuasaan terhadap
kantor-kantor milik Jepang.
Di Medan,
berita tentang Proklamasi dibawa oleh Gubernur yaitu Teuku Moh. Hassan.
Mendengar berita ini, segera para pemuda yang dipelopori oleh Achmad Tahir
membentuk barisan Pemuda Indonesia, yang kemudian pada tanggal 4 Oktober 1945
berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintah dan merebut senjata dari
tangan Jepang.
Di
Padang, dibawah pimpinan Ismail Lengah membentuk organisasi Balai
Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI). Sedangkan di Bukit tinggi dibentuk
Organisasi Pemuda Indonesia/Pemuda Republik Indonesia, keduanya mempelopori
perebutan kekuasaan dari tangan Jepang.
Di Palembang, tanggal 22 Agustus Dr.
A.K. Gani memprakarsai pertemuan sebagai persiapan untuk mengambil alih
kekuasaan. Drg. M. Isa membentuk Komite Nasional Indonesia, Hasan Kasim dan
Bambang Utoyo membentuk Penjaga Keamanan Rakyat (PKR), Mailan membentuk Barisan
Pemuda Republik Indonesia.
Di
Banjarmasin, tanggal 16 Oktober 1945, rakyat melakukan rapat umum untuk
meresmikan berdirinya Pemerintah RI Daerah Kalimantan Selatan. 9 Nopember 1945
perlawanan terhadap sekutu diadakan, dengan membakar rumah penjara tempat
menahan para pejuang.
Di
Pontianak, Agustus 1945 para pemuda mantan heiho dan bogodan (pembantu
polisi membentuk Badan Penjaga Keamanan.
Di
Singaraja (Bali), Agustus 1945
pemuda membentuk Angkatan Muda Indonesia (AMI) dan Pemuda Republik Indonesia
(PRI) yang kemudian mengadakan serangan-serangan terhadap asrama militer Jepang
meskipun dapat digagalkan oleh Jepang.
Di Gorontalo,
setelah mendengar berita kekalahan Jepang, mereka langsung melakukan perebutan
kekuasaan pemerintahan dari tangan Jepang,
dan ketika tentara Australia memasuki kota, mereka menolak berdamai.
Di
Biak, tanggal 14 Maret 1948 para pemuda meyerbu kamp NICA dan tangsi Sorido
(akibatnya : serbuan gagal, dua orang pemimpin ditangkap dijatuhi hukuman mati
dan seumur hidup).
C. MAKNA PROKLAMASI BAGI BANGSA INDONESIA
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sangat besar artinya bangi
bangsa Indonesia, antara lain sebagai berikut:
- Pernyataan untuk merdeka bebas dari segala bentuk pejajahan bangsa lain atas bangsa dan negara Indonesia (dimuat dalam Teks Proklamasi)
- Merupakan Jembatan emas yang menghubungkan dan mengantarkan bangsa Indonesia dalam mencapai masyarakat baru, yaitu kehidupan yang bebas tanpa ikatan dan tekanan.
- Merupakan titik puncak perjuangan pergerakan bangsa indonesia yang telah mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu gerbang kebebasan. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bukanlah titik akhir perjuangan bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia harus terus berjuang untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk mencapai masarakat adil dan makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar