Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
kedatangan agama islam keindonesia :
Menurut teori ini bahwa kedatangan agama islam
masuk ke Indonesia disebarkan oleh bangsa Persia. Teori ini didasarkan pada
sumber yang berasal dari dinasti Tang yang menyebutkan adanya koloni pedagang
islam di Tashih, sebuah wilayah dipantai barat Sumatra.
b .Kedua Bangsa gujarat
Menurut teori islam ini ini bahwa islam masuknya
di Indonesia di bawa dan disebarkan oleh bangsa Gujarat yang didasarkan
pada penerimaan bangsa nusantara
terhadap agama islam yang berlangsung cepat .
c . Ketiga Para pedagang
Menurut teori ini masuknya islam dibawa oleh
para pedagang dari nedara yaman
bagian selatan yaitu Hodramaut. Teori ini didasarkan pada kesamaan gelar atau
marga antara bangsa-bangsa yang menyebarkan agama islam ke Indonesia atau
Nusantara dengan gelat dan marga yang terdapat pada masyarakat Hadramaut.
KERAJAAN-KERAJAAN
ISLAM DI INDONESIA
1.
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Kerajaan
Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendirinya adalah
Nazimuddin al - Kamil, seorang Laksamana Laut dari Mesir. Sementara itu di
Mesir Dinasti Fatimah berhasil dikalahkan oleh Dinasti Mamaluk. Dinasti baru
ini berambisi untuk merebut Samudera Pasai dengan mengirim Syekh Ismail. Untuk
itu Syekh Ismail kemudian bersekutu dengan Marah Silu dan berhasil
merebut Samudera Pasai. Selanjutnya Marah Silu diangkat sebagai raja Samudera
Pasai dengan gelar Sultan Malik ash Shaleh.
Pada tahun
1297 M Sultan Malik Ash Shaleh wafat, dan dimakamkan di Kampung Samudera Mukim
Blang Me. la digantikan putranya bemama Sultan Muhammad dengan gelar Sultan
Malik at - Thahir. Ia memerintah sampai dengan tahun 1326. Ia digantikan
oleh putranya bernama Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik at - Thahir.
Pada masa pemerintahannya, kerajaan Samudera Pasai kedatangan utusan Sultan
Delhi yang sedang menuju Cina bernama lbnu Batutah pada tahun 1345.
Pengganti
Sultan Ahmad adalah putranya yang bemama Sultan Zainal Abidin yang juga
bergelar Sultan Malik at - Thahir. Setelah pemerintahan Zainal Abidin, Samudera
Pasai mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan adanya perebutan kekuasaan.
Akhimya Samudera Pasai berhasil dikuasai oleh Kerajaan Islam Malaka.
2.
KERAJAAN ACEH
Pendiri
sekaligus raja pertama kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah atau
Sultan lbrahim (1514 - 1528). Sejak tahun 1515 Aceh sudah berani menyerang Portugis
di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Ali
Mughayat Syah digantikan putranya bergelar Sultan Salahuddin (1528 - 1537). Ia
tidak mampu memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh mengalami kemerosotan.
Oleh karena itu ia digantikan saudaranya Sultan Alauddin Riayat Syah (1537 -
1568). Setelah Sultan Alaudin meninggal Aceh mengalami masa suram.
Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Keadaan ini berlangsung
cukup lama sampai dengan Sultan lskandar Muda naik tahta (1607 - 1636 M).
Di bawah
pemerintahan Sultan lskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya.
lskandar Muda beberapa melakukan penyerangan terhadap Portugis dan Kerajaan
Johor di Semenanjung Malaka. Aceh juga menduduki daerah-daerah seperti Aru,
Pahang, Kedah, Perlak dan Indragiri, sehingga wilayah Aceh sangat luas.
Sultan
lskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan lskandar Thani
(1636 - 1641). la melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan lskandar Muda, tetapi ia
tidak lama memerintah karena wafat tahun 1641 M. Penggantinya, permaisurinya
(Putri lskandar Muda), yang bergelar Putri Sri Alam Permaisuri (1641 - 1675).
Sejak itu Kerajaan Aceh terus mengalami kemunduran dan akhimya runtuh karena
dikuasai Belanda.
3.
KERAJAAN DEMAK
Pada
mulanya Demak dikenal dengan nama Glagah Wangi. Sebagai Kadipaten dari
Majapahit, Demak dikenal juga dengan sebutan Bintoro. Kata Demak merupakan
akronim yang berarti gede makmur atau hadi makmur yang berarti besar dan
sejahtera. Faktor-faktor pendorong berdirinya Kerajaan Islam Demak adalah :
1. Runtuhnya
Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam mencari tempat
persinggahan dan perdagangan baru, diantaranya Demak.
2. Raden
Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak masih keturunan raja Majapahit, Brawijaya
V, dalam perkawinannya dengan putri Ceumpa yang beragama Islam.
3. Raden
Fatah mendapat dukungan dari para wali, yang sangat dihormati pada waktu itu.
4. Banyak
adipati-adipati pesisir yang tidak puas dengan Majapahit dan mendukung Raden
Fatah.
5. Mundur
dan runtuhnya Majapahit karena Perang Paregreg.
6. Pusaka
keraton Majapahit sebagai lambang pemegang kekuasaan diberikan kepada Raden
Fatah. Dengan demikian Kerajaan Islam Demak merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Majapahit dalam bentuknya yang baru.
Pada tahun
1500 M, Raden Fatah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Raden Fatah
mendirikan kesultanan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar al Fatah (1500 -1518
M). Pada tahun 1518 Raden Fatah wafat. la digantikan putranya bernama Adipati
Unus (Muhammad Yunus. Pati Unus hanya memerintah selama tiga tahun. la
meninggal dalam usia muda. Karena Pati Unus wafat tidak meninggalkan putra,
maka ia digantikan oleh salah seorang adiknya bernama Raden Trenggana (1521
-1546 M).
Di bawah
pemerintahan Sultan Trenggana, Demak mencapai puncak kejayaannya. Pada waktu
itu Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat, bahkan mau mendirikan
benteng dan kantor di Sunda Kelapa, dengan persetujuan raja Pajajaran, Samiam.
Oleh karena itu pada tahun 1522 Demak mengirimkan pasukan ke Jawa Barat
dipimpin oleh Fatahillah. la berhasil menduduki Banten dan Cirebon serta
mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Sejak itu Sunda
Kelapa dirubah namanya menjadi Jayakarta.
Perluasan
pengaruh ke Jawa Timur dipimpin langsung oleh Sultan Trenggana. Satu per satu
daerah-daerah di Jawa Timur berhasil dikuasai seperti Madiun, Gresik, Tuban,
Singosari dan Blambangan. Tetapi ketika menyerang Pasuruan pada tahun 1546,
Sultan Trenggana gugur.
Setelah
Trenggana wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara Surawiyata atau Pangeran
Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggana).
Surawiyata berhasil dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto. Putra Surawiyata bernama
Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas dan berhasil membunuh Sunan Prawoto.
Arya
Penangsang kemudian menduduki tahta kerajaan Demak. Kekacauan kembali memuncak
ketika Arya Penangsang membunuh adipati Jepara bernama Pangeran Hadiri. Ia
adalah suami dari Ratu Kalinyamat, adik kandung Sunan Prawoto. Pembunuhan itu
dilakukan karena Hadiri dianggap telah ikut campur dalam persoalannya dengan
Sunan Prawoto.
Kalinyamat
akhirnya mengangkat senjata memberanikan diri untuk melawan Arya Penangsang. Ia
berhasil menggerakkan adipati-adipati dan pejabat lain untuk melawan Arya
Penagsang. Akhirnya Arya Penangsang berhasil dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir
yang dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putra angkatnya Bagus Dananjaya
serta Ki Penjawi dan Juru Mertani. Kemudian JakaTingkir naik tahta dengan gelar
Sultan Hadiwijaya. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Demak ke Pajang.
4.
KERAJAAN BANTEN
Setelah
berhasil menduduki Banten, Fatahillah berkuasa didaerah tersebut. Sedangkan
daerah Cirebon diserahkan kepada putranya bernama Pangeran Pasarean. Pada tahun
1522 Pangeran Pasarean wafat. Sehingga Fatahillah menyerahkan Banten kepada
putranya Hasanuddin. Sedangkan Fatahillah memilih memerintah di Cirebon. Ia
dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Sultan Hasanuddin dikenal sebagai
Sultan pertama di Banten berhasil memperluas daerah kekuasaannya ke Lampung.
Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan putranya bergelar
Panembahan Yusuf.
Pada tahun
1579 M. Panembahan Yusuf berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu terakhir di Jawa
Barat, kerajaan Pakuan Pajajaran. Pada tahun 1580 M, Panembahan Yusuf wafat. la
digantikan putranya yang masih berusia 9 tahun, yaitu Maulana Muhammad. Karena
usianya terlalu muda, maka pemerintahan dipegang oleh seorang Mangkubumi sampai
ia dewasa.
Pada masa
pemerintahan Maulana Muhammad datanglah untuk pertama kalinya orang Belanda di
Banten (Indonesia) dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Pada tahun itu
pula Maulana Muhammad memimpin pasukan Banten menyerang Palembang. Serangan ini
gagal bahkan Maulana Muhammad tertembak dan akhimya wafat. la digantikan
putranya bernama Abdul Mufakhir yang baru berumur 5 bulan. Oleh karena itu
pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran Ranamenggala,
pada tahun 1608.
Pengganti
Abdul Mutakhir adalah Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia
merupakan raja terbesar Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan
perdagangan. Sehingga Bandar Banten berkembang menjadi bandar internasional
yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Perancis dan
Denmark. Akan tetapi Sultan AgengTirtayasa sangat anti VOC yang telah merebut
Jayakarta dari Banten. Sehingga Belanda pun selalu berupaya menjatuhkan Banten.
Ketika
terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Abdul Kahar
yang dikenal sebagai Sultan Haji, Belanda mengambil kesempatan untuk
melancarkan politik adu domba (devide et impera). Kesempatan itu datang ketika
Sultan Haji dalam keadaan terdesak, Ia meminta bantuan VOC. Akhirnya pada tahun
1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerah, lalu ditawan di Batavia sampai wafatnya
tahun 1692. Setelah itu, kerajaan Banten terus mengalami kemunduran dan
akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1775.
5.
KERAJAAN MATARAM
Setelah
runtuhnya kerajaan Demak, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh Sultan
Hadiwijaya. Sedangkan Demak hanya sebagai kadipaten dari Kerajaan Pajang yang
dipimpin oleh Arya Pangiri (Putra Prawoto). Kiai Ageng Pemanahan yang berjasa
besar dalam membantu Hadiwijaya mendapat imbalan daerah Mataram. Dalam waktu
singkat Mataram berkembang pesat. Namun pada tahun 1575 Kiai Ageng Pemanahan
meninggal. Pemerintahannya diteruskan oleh putra angkatnya bernama Bagus
Dananjaya atau Sutawijaya.
Sementara
itu Sultan Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582. Pangeran Benowo, Putra
Hadiwijaya, disingkirkan oleh Arya Pangiri. Untuk merebut kembali kekuasaannya,
Pangeran Benowo meminta bantuan, Sutawijaya dari Mataram. Pajang diserang dan
akhirnya Arya Pangiri menyerah. Sedangkan Pangeran Benowo tidak sanggup untuk
menghadapi Sutawijaya. Maka sejak tahun 1586 pusat pemerintahan dipindahkan
dari Pajang ke Mataram oleh Sutawijaya.
Sutawijaya
naik tahta Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing Alaga Sayyidin
Panatagama (1586-1601). Masa pemerintahan Panembahan Senapati diwarnai dengan
perang terus-menerus dalam rangka untuk menundukkan para bupati yang
memberontak maupun untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sebelum usahanya
tersebut selesai, Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601. Ia dimakamkan di
Kota gede. Penggantinya adalah putranya yang bernama Mas Jolang (1601 – 1613)
dengan gelar Sultan Anyokrowati.
Pada masa
pemerintahan Mas Jolang banyak bupati di Jawa Timur memberontak. Pemberontakan
ini dihadapi dengan susah payah oleh Mas Jolang. Namun sebelum pemberontakan
tersebut dapat diselesaikan pada tahun 1913, Mas Jolang wafat di Krapyak. Ia
juga dimakamkan di Kota Gede. Penggantinya adalah putranya yang bernama Raden
Mas Martapura. Tetapi karena sakit-sakitan, ia turun tahta dan digantikan oleh
Raden Mas Rangsang.
Raden Mas
Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati ing Alaga
Ngabdurahman. Di bawah pemerintahannya Mataram mencapai puncak kejayaannya.
Sultan Agung bercita-cita untuk mempersatukan Pulau Jawa. Akan tetapi, antara
Mataram dan Banten terdapat Batavia, markas VOC, sebagai penghalang. Oleh
karena itu pada tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung mengirim pasukan yang dipimpin
oleh Baurekso untuk menyerang VOC di Batavia yang sedang dipimpin oleh J.P.
Coen, namun kedua serangan itu gagal.
Sultan
Agung wafat pada tahun 1645 . la digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I
(1645 -1677). Pada masa pemerintahannya, Belanda mulai masuk ke daerah Mataram.
Bahkan Amangkurat I menjalin hubungan baik dengan Belanda. Selain itu sikap
Amangkurat I yang sewenang-wenang menimbulkan pemberontakan-pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Trunojoyo dari Madura.
Dalam pertempuran itu Amangkurat I terluka dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga
meninggal.
Pada masa
pemerintahan Amangkurat II (1677 – 1903) Kerajaan Mataram semakin sempit.
Banyak daerah kekuasaannya yang diambil alih oleh VOC. Ibu kota kerajaan
dipindahkan ke Kartasura. Setelah Amangkurat II meninggal, Kerajaan Mataram semakin
suram. Hal ini disebabkan seringkali terjadi perebutan kekuasaan diantara kaum
bangsawan.
Politik
devide et impera Belanda menampakkan hasilnya ketika dilakukan Perjanjian
Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian tersebut bertujuan untuk meredam pemberontakan
yang dipimpin oleh Mangkubhumi di Yogyakarta. Melalui perjanjian tersebut
Kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, yaitu :
1. Kesuhunan Surakarta, yang
dipimpin oleh Susuhanan Paku Buwono III (1749-1788).
2. Kesultanan Yogyakarta
(Ngayogyakarta Hadiningrat) dengan Mangkubumi sebagai
rajanya, bergelar Sultan
Hamengkubuwono I (1755 - 1792).
Sementara
itu pemberontakan yang dilakukan oleh Mas Said (Pangeran Samber Nyawa)
terhadap Surakarta. Untuk meredam perlawanan itu pada tahun 1757 diadakan perjanjian
yang hampir sama dengan Perjanjian Giyanti, yaitu Perjanjian Salatiga. Isinya
menobatkan Mas Said sebagai raja di wilayah Mangkunegaran yang ketika itu
menjadi bagian dari Kasuhunan Surakarta, dengan gelar Pangeran Adipati Arya
Mangkunegara.
Sejak
tahun 1811 willayah jajahan Belanda di Indonesia jatuh ke tangan Inggris dengan
tokohnya Thomas Stamford Raffles. Ia adalah seorang yang liberal dan tidak
menyukai sistem feodalisme. Sehingga timbullah ketegangan antara Raffles dengan
Keraton Yogyakarta. Akhirnya, pada tahun 1813, Raffles menyerahkan sebagian
wilayah Yogyakarta kepada Paku Alam. Maka hingga kini kerajaan Mataram pecah
menjadi empat kerajaan kecil, yaitu :
1. 1. Kesuhunan Surakarta
2. Kesultanan Yogyakarta
3. Magkunegaran
4. Paku Alaman
6.
KERAJAAN GOWA DAN TALLO
Kerajaan
Gowa dan Tallo (Makasar) menjadi kerajaan Islam karena dakwah dari Datuk Ri
Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Setelah masuk Islam, raja Gowa,
Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin. Dan raja Tallo, Kraeng Mantoaya
bergelar Sultan Abdullah,. Kerajaan Gowa-Tallo terletak pada posisi yang
strategis yaitu, diantara jalur pelayaran antara Malaka dan Maluku.
Sultan
Alaudin memerintah Makasar pada 1591 - 1639. la juga dikenal sebagai sultan
yang sangat menentang Belanda, hingga wafat pada tahun 1639. la digantikan
putranya Sultan Muhammad Said (1639 - 1653). Muhammad Said mengirimkan pasukan
ke Maluku, untuk membantu rakyat Maluku yang sedang berperang melawan Belanda.
Pengganti Muhammad Said adalah putranya bergelar Sultan Hasanuddin (1653 -
1669).
Pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaannya.
Dalam waktu singkat Kerajaan Makasar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah
Sulawesi Selatan. la juga memperluas wilayah kekuasaannya di Nusa Tenggara
seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian kegiatan perdagangan
melalui Laut Flores harus singgah di Makasar. Hal ini ditentang oleh Belanda,
karena hubungan Ambon dan Batavia yang telah dikuasai oleh Belanda terhalang
oleh kekuasaan Makasar. Keberanian Hasanuddin memporak-porandakan pasukan
Belanda di Maluku mengakibatkan Belanda semakin terdesak.
baca juga : Soal Biologi dan jawabannya
Dalam rangka menguasai Makasar, Belanda melakukan politik devide at
impera. Kesempatan yang baik datang ketika pada tahun 1660 Raja Soppeng – Bone
bernama Aru Palaka yang sedang memberontak kepada kerajaan Gowa. Karena merasa
terdesak Aru Palaka meminta bantuan VOC. Sultan Hasanuddin dapat dikalahkan dan
harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Sultan Hasanuddin
digantikan putranya Sultan Amir Hamzah. la tidak mampu mempertahankan Makasar
dari serbuan Belanda secara besar-besaran.
SUMBER: Dari lks sejarah
SUMBER: Dari lks sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar