Pages

Senin, 19 Oktober 2020

PEMBERONTAKAN PKI MADIUN, DI/TII DAN G30S/PKI CONTOH ANCAMAN DISINTEGRASI YANG DISEBABKAN IDEOLOGI

C.S.T Kansil dan Julianto pernah mengatakan “ Musuh terbesar bangsa kita bukan yang datang dari luar, tetapi ancaman disintegrasi yang berasal dari dalam sendiri” . Bertitik tolak dari itu marilah kita mempelajari peristiwa pergolakan daerah yang pernah terjadi di Indonesia, yang merongrong keutuhan wilayah Indonesia . Berikut contoh pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia :

  1. Pergolakan daerah yang berkaitan dengan Ideologi terdiri: A. Pemberontakan PKI Madiun 18 September 1948. B. Pemberontakan Darul Islam(DI) dan Tentara Islam Indonesia(TII) 7 Agustus 1949 C. Pemberontakan G 30 S/PKI 30 Setember 1965.
  1. Pergolakan daerah yang berkaitan dengan Kepentingan (vested interest) terdiri : A. Pemberontakan APRA 23 Januari 1950  B. Pemberontakan RMS 25 April 1950  C. Pemberontakan Andi Azis 5 April 1950
  1. Pergolakan daerah yang berkaitan dengan Sistem Pemerintahan. A. Persoalan Negara federal dan BFO   B. Pemberontakan PRRI dan Permesta.
  1. Pergolakan daerah karena factor lain. Terdiri ; A. Pemberontakan GAM ( Gerakan Aceh Merdeka). B. Pemberontakan OPM ( Organisasi Papua Merdeka)

Baiklah kita bahas satu persatu pergolakan yang terjadi di berbagai daerah tersebut diatas :

  1. PEMBERONTAKAN PKI MADIUN

Latar Belakang

Pemberontakan ini diawali dengan jatuhnya kabinet RI yang pada waktu itu dipimpin oleh Amir Sjarifuddin karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville. Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut. Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis Indonesia yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) ini menjelaskan tentang “pekerjaan dan kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme: PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut “Komite Front Nasional”. Selanjutnya, Musso menggelar rapat raksasa di Yogya. Di sini dia melontarkan pentingnya kabinet presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Musso juga menyerukan kerja sama internasional, terutama dengan Uni Soviet, untuk mematahkan blokade Belanda. Untuk menyebarkan gagasannya, Musso beserta Amir dan kelompok-kelompok kiri lainnya berencana untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo. Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi, demonstrasi, dan aksi-aksi pengacauan lainnya. Rencana itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh di kota Surakarta, serta mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi yang ada di sana.Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adu domba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh kolonel Gatot Subroto.


Terjadinya Pemberontakan

Sementara perhatian semua pihak pro-pemerintah terkonsentrasi pada pemulihan Surakarta, pada 18 September 1948, PKI/FDR menuju ke arah timur dan menguasai Kota MadiunJawa Timur, dan pada hari itu juga diproklamasikan berdirinya “Republik Soviet Indonesia”. Hari berikutnya, PKI/FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah.[2] Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama.

Akhir Pemberontakan

Untuk memulihkan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bertindak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution. Sementara sebagian besar pasukan TNI di Jawa Timur berkonsentrasi menghadapi Belanda, namun dengan menggunakan 2 brigade dari cadangan Divisi 3 Siliwangi serta kesatuan-kesatuan lainnya yang mendukung Republik, semua kekuatan pembetontak akhirnya dapat dimusnahkan.Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Dalam peristiwa itu, Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah GroboganJawa Tengah. (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan_PKI_1948)


Baca juga:  soal pilihan ganda pendudukan Jepang bag 2 dan jawabannya   dan soal pilihan ganda pendudukan jepang dan jawabannya bag 3


2.  PEMBERONTAKAN DI-TII

Negara Islam Indonesia (NII),  Tentara Islam Indonesia (TII) atau biasa disebut dengan DI (Darul Islam) adalah sebuah gerakan politik yang didirikan pada tanggal 7 Agustus 1949 (12 syawal 1368 Hijriah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di sebuah desa yang berada di kota Tasikmalaya, Jawa Barat. NII tersebut diproklamasikan pada saat Negara Pasundan yang dibuat oleh Belanda mengangkat seorang Raden yang bernama Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai pemimpin/presiden di Negara Pasundan tersebut.

1. Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan DI/TII

Gerakan NII ini bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah Negara yang menerapkan dasar Agama Islam sebagai dasar Negara. Dalam proklamasinya tertulis bahwa “Hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam” atau lebih jelasnya lagi, di dalam undang-undang tertulis bahwa “Negara Berdasarkan Islam” dan “Hukum tertinggi adalah Al Qur’an dan Hadist”. Proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan dengan tegas bahwa kewajiban Negara untuk membuat undang-undang berdasarkan syari’at Islam, dan menolak keras terhadap ideologi selain Al Qur’an dan Hadist, atau yang sering mereka sebut dengan hukum kafir. Dalam perkembangannya, Negara Islam Indonesia ini menyebar sampai ke beberapa wilayah yang berada di Negara Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dieksekusi pada tahun 1962, gerakan Darul Islam tersebut menjadi terpecah. Akan tetapi, meskipun dianggap sebagai gerakan ilegal oleh Negara Indonesia, pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) ini masih berjalan meskipun dengan secara diam-diam di Jawa Barat, Indonesia. Pada Tanggal 7 Agustus 1949, di sebuah desa yang terletak di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri di Negara Indonesia, dengan gerakannya yang disebut dengan DI (Darul Islam) dan para tentaranya diberi julukan dengan sebutan TII (Tentara Islam Indonesia). Gerakan DI/NII ini dibentuk pada saat provinsi Jawa Barat ditinggalkan oleh Pasukan Siliwangi yang sedang berhijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta dalam rangka melaksanakan perundingan Renville. Saat pasukan Siliwangi tersebut berhijrah, kelompok DI/TII ini dengan leluasa melakukan gerakannya dengan merusak dan membakar rumah penduduk, membongkar jalan kereta api, serta menyiksa dan merampas harta benda yang dimiliki oleh penduduk di daerah tersebut. Namun, setelah pasukan Siliwangi menjadwalkan untuk kembali ke Jawa Barat, kelompok DI/TII tersebut harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.

2. Upaya Penumpasan Pemberontakan DI/TII

Usaha untuk meruntuhkan organisasi DI/TII ini memakan waktu cukup lama di karenakan oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Tempat tinggal pasukan DI/TII ini berada di daerah pegunungan yang sangat mendukung organisasi DI/TII untuk bergerilya.
  2. Pasukan Sekarmadji dapat bergerak dengan leluasa di lingkungan penduduk.
  3. Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari orang Belanda yang di antaranya pemilik perkebunan, dan para pendukung Negara pasundan.
  4. Suasana Politik yang tidak konsisten, serta prilaku beberapa golongan partai politik yang telah mempersulit usaha untuk pemulihan keamanan.

Selanjutnya, untuk menghadapi pasukan DI/TII, pemerintah mengerahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk meringkus kelompok ini. Pada tahun 1960 para pasukan Siliwangi bekerjasama dengan rakyat untuk melakukan operasi “Bratayudha” dan “Pagar Betis” untuk menumpas kelompok DI/TII tersebut. Pada Tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan para pengawalnya di tangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha yang berlangsung di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh pasukan TNI, Mahkamah Angkatan Darat menyatakan bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati, dan dan setelah Sekarmadji meninggal, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapat dimusnahkan.

  1. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pada tanggal 7 Agustus 1949 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo secara resmi menyatakan bahwa organisasi Negara Islam Indonesia (NII) berdiri berlandaskan kanun azasi, dan pada tanggal 25 Januari 1949, ketika pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, saat itulah terjadi kontak senjata yang pertama kali antara pasukan TNI dengan pasukan DI/TII. Selama peperangan pasukan DI/TII ini di bantu oleh tentara Belanda sehingga peperangan antara DI/TII dan TNI menjadi sangat sengit. Hadirnya DI/TII ini mengakibatkan penderitaan penduduk Jawa Barat, karena penduduk tersebut sering menerima terror dari pasukan DI/TII. Selain mengancam para warga, para pasukan DI/TII juga merampas harta benda milik warga untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

  1. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Selain di Jawa Barat, pasukan DI/TII ini juga muncul di Jawa Tengah semenjak adanya Majelis Islam yang di pimpin oleh seseorang bernama Amir Fatah. Amir Fatah adalah seorang komandan Laskar Hizbullah yang berdiri pada tahun 1946, menggabungkan diri dengan pasukan TNI Battalion 52, dan bertempat tinggal di Berebes, Tegal. Amir ini mempunyai pengikut yang jumlahnya cukup banyak, dan cara Amir mendapatkan para pasukan tersebut, yaitu. Dengan cara menggabungkan para laskar untuk masuk ke dalam anggota TNI. Setelah Amir Fatah mendapatkan pengikut yang banyak, maka pada tangal 23 Agustus 1949 ia memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam (DI) berdiri di desa pesangrahan, Tegal. Dan setelah proklamasi tersebut di laksanakan, Amir Fatah pun menyatakan bahwa gerakan DI yang di pimpinnya bergabung dengan organisasi DI/TII Jawa Barat yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Di Kebumen juga terdapat sebuah organisasi  bernama Angkatan Umat Islam (AUI) yang di dirikan oleh seorang kyai bernama Mohammad Mahfud Abdurrahman. Organisasi tersebut juga bermaksud untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII) dan bersekutu dengan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Sebenarnya, gerakan ini sudah di desak oleh pasukan TNI. Akan tetapi, pada tahun 1952, organisasi ini bangkit kembali dan menjadi lebih kuat setelah terjadinya pemberontakan Battalion 423 dan 426 di Magelang dan Kudus. Upaya untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan baru yang di beri nama Banteng Raiders dengan organisasinya yang di sebut Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954 di lakukan sebuah operasi yang di sebut Operasi Guntur untuk menghancurkan kelompok DI/TII tersebut.


  1. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Pada bulan Oktober 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) yang di pimpin oleh seorang mantan letnan dua TNI bernama Ibnu Hajar. Dia bersama kelompok KRyT menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi DI/TII yang berada di Jawa Barat. Sasaran utama yang di serang oleh kelompok ini adalah pos-pos TNI yang berada di wilayah tersebut. Setelah pemerintah memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-baik, akhirnya seorang mantan letnan Ibnu Hajar menyerahkan diri. Akan tetapi, penyerahan dirinya tersebut hanyalah sebuah topeng untuk merampas peralatan TNI, dan setelah peralatan tersebut di rampas olehnya, maka Ibnu Hajar pun melarikan diri dan kembali bersekutu dengan kelompok DI/TII. Setelah itu, akhirnya pemerintahan RI mengadakan Gerakan Operasi Militer (GOM) yang di kirim ke Kalimantan selatan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di Kalimantan Selatan tersebut, dan pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil di ringkus dan di jatuhi hukuman mati pada tanggal 22 Maret 1965.

  1. Pemberontakan DI/TII di Aceh

Sesaat setelah Kemerdekaan Republik Indonesia di proklamasikan, di Aceh (Serambi Mekah) terjadi sebuah konflik antara kelompok alim ulama yang tergabung dalam sebuah organisasi bernama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang di pimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan kepala adat (Uleebalang). Konflik tersebut mengakibatkan perang saudara antara kedua kelompok tersebut yang berlangsung sejak Desember 1945 sampai Februari 1946. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah RI memberikan status Daerah Istimewa tingkat provinsi kepada Aceh, dan mengangkat Tengku Daud Beureuh sebagai pemimpin/gubernur.

Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI) yang terbentuk pada bulan Agustus 1950. Pemerintahan Republik Indonesia mengadakan sebuah sistem penyederhanaan administrasi pemerintahaan yang mengakibatkan beberapa daerah di Indonesia mengalami penurunan status. Salah satu dari semua daerah yang statusnya turun yaitu Aceh, yang tadinya menjabat sebagai Daerah Istimewa, setelah operasi penyederhanaan tersebut di mulai, status Aceh pun berubah menjadi daerah keresidenan yang di kuasai oleh provinsi Sumatera Utara. Kejadiaan ini sangat mengecewakan seorang Daud Beureuh, dan akhirnya Daud Beureuh membuat sebuah keputusan yang bulat untuk bergabung dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Spetember 1953. Setelah Daud Beureuh bergabung dengan NII, mereka melakukan sebuah operasi untuk menguasai kota-kota yang berada di Aceh, selain itu mereka juga melakukan propaganda untuk memperkeruh citra pemerintahan Republik Indonesia. Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang di pimpin oleh Sekarmadji akhirnya di atasi oleh pemerintah dengan cara menggunakan kekuatan senjata dan operasi militer dari TNI. Setelah pemerintahan RI melakukan operasi tersebut, maka kelompok DI/TII tersebut mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional Indonesia-pun memberikan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari kesalah pahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik Indoneisa. Tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang musyawarah tersebut mendapat dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh dan musyawarah yang di lakukan tersebut berhasil memulihkan kemanana di Aceh.

  1. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Selain pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Pemberontakan DI/TII ini juga terjadi di Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh Kahar Muzakar, organisasi yang sudah di dirikan sejak tahun 1951 tersebut baru bisa di runtuhkan oleh pemerintah pada Tahun 1965. Untuk menumpas organisasi tersebut di butuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu karena kondisi medan yang sangat sulit. Meski demikian, para pemberontak DI/TII sangat menguasai area tersebut. Selain itu, para pemberontak memanfaatkan rasa kesukuan yang berkembang di kalangan masyarakat untuk melawan pemerintah dalam menumpas organisasi DI/TII tersebut. Setelah pemerintahan Republik Indonesia mengadakan operasi penumpasan DI/TII bersama anggota Tentara Republik Indonesia. Barulah seorang Kahar Muzakar tertangkap dan di tembak oleh pasukan TNI pada tanggal 3 Februari 1965.

Pada akhirnya TNI mampu menghalau seluruh pemberontakan yang terjadi pada saat itu. Karena seperti yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari berbagai suku dengan beragam kebudayaannya dan UUD 45 yang melindungi beberapa kepercayaan sehingga tidak mungkin untuk menjadikan salah satu hukum agama di jadikan hukum negara. Sumber:  https://www.nafiun.com/2014/03/pemberontakan-ditii-di-indonesia.html

3.  PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI

Peristiwa  G30S/PKI  atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September merupakan salah satu peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September sesudah beberapa tahun Indonesia merdeka. Peristiwa G30S PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30 September tahun 1965.Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang terbunuh dalam peristiwa tersebut. Partai Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat karena mendapatkan sokongan dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno. Tidak heran jika usaha yang dilakukan oleh segelintir masyarakat demi menjatuhkan Partai Komunis berakhir dengan kegagalan berkat bantuan Presiden kala itu. Hingga sampai saat ini, peristiwa 30S PKI tetap menjadi perdebatan antara benar atau tidaknya PartaiKomunis Indonesia yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.

Latar Belakang G30S/PKI

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung. Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S. Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.

Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”. Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi”. Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari “sikap-sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat “massa tentara” subjek karya-karya mereka. Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah.

Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik negara = milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad, dan lain-lain). Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis “rakyat”.

Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis”. Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa “NASAKOMisasi” angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan “angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.

Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.

Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).

Sejarah Mulainya Dari G30S/PKI

Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-turut RRI Jakarta menyiarkan berita penting. Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari Kamis tanggal 30 September 1965 di Ibukota RI, Jakarta, telah terjadi “ gerakan militer dalam AD “ yang dinamakan “ Gerakan 30 September”, dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion Cakrabirawa, pasukan pengawal pribadi Presiden Soekarno. Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan “ dekrit no 1” tentang “pembentukkan dewan revolusi Indonesia” dan “keputusan no.1” tentang “susunan dewan revolusi Indonesia”. Baru dalam siaran kedua ini diumumkan susunan “komandan”, Brigjen Soepardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Soenardi, dan Ajun komisaris besar polisi Anwas sebagai “wakil komandaan”. Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato radio Panglima Komando TJadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jendral Soeharto, yang menyampaikan bahwa gerakan 30 September tersebut adalah golongan kontra revolusioner yang telah menculik beberapa perwira tinggi AD, dan telah mengambil alih kekuasaan Negara dari presiden/panglima tertinggi ABRI/pemimpin besar revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke kedudukan demisioner. Latar belakang G30S/PKI perlu ditelusuri sejak masuknya paham komunisme/marxisme-leninisme ke Indonesia awal abat ke-20 ,penyusupanya kedalam organisasi lain, serta kaitannya dengan gerakan komunisme intenasional. Dalam hal-hal yang mendasar dari politik PKI di Indonesia terbukti merupakan pelaksanaan perintah dari pimpinan gerakan komunisme internasional.

Persiapan PKI :

  1. Membentuk biro khusus di bawah pimpinan Syam Kamaruzaman. Tugas biro khusus adalah merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasan.
  2. Menuntut dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh dan tani yang dipersenjatai
  3. Melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi teror. Sabotase terhadap transportasi kereta yang dilakukan aksi buruh kereta api ( Januari-Oktober 1964 ) yang mengakibatkan serentetan kecelakaan kereta api seperti di Purwokerto, Kroya, Tasikmalaya, Bandung, dan Tanah Abang. Aksi sepihak, misalnya Peristiwa Jengkol, Bandar Betsy, dan Peristiwa Indramayu. Aksi teror misalnya Peristiwa Kanigoro Kediri. Hal itu dilakukan sebagai persiapan untuk melakukan kudeta.
  4. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD yang dianggap sebagai penghambat pelaksanaan programnya yaitu dengan melancarkan isu dewan jendral.tujuanya untuk menghilangkan kepercayaan terhadap TNI-AD dan mengadu domba antara TNI-AD dengan presiden soekarno.
  5. Melakukan latihan kemiliteran di lubang buaya pondok gede jakarta. Latihan kemiliteran di lubang buaya .pondok gede jakarta latihan kemiliteran ini merupakan sarana persiapan untuk melakukan pemberontakan.

Kronologi Cerita Singkat Peristiwa Dari G30S/PKI

Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus penculikan 7 jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan yang bergerak dari Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan. Tiga dari tujuh jenderal tersebut diantaranya telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni Ahmad Yani, M.T. Haryono dan D.I. Panjaitan. Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo ditangkap secara hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama kelompok pasukan tersebut berhasil kabur setelah berusaha melompati dinding batas kedubes Irak. Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya, Ade Irma S. Nasution pun tewas setelah ditangkap dan ditembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban tewas semakin bertambah disaat regu penculik menembak serta membunuh seorang polisi penjaga rumah tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi korban terakhir dalam kejadian ini. Tak sedikit mayat jenderal yang dibunuh lalu dibuang di Lubang Buaya. Sekitar 2.000 pasukan TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama Lapangan Merdeka, Monas.  Walaupun mereka belum berhasil mengamankan bagian timur dari area ini. Sebab saat itu merupakan daerah dari Markas KOSTRAD pimpinan Soeharto.

Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S PKI telah berhasil diambil alih di beberapa lokasi stratergis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa gerakan tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari posisinya.Tinta kegagalan nyaris saja tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI. Hampir saja pak Harto dilewatkan begitu saja karena mereka masih menduga bahwa beliau bukanlah seorang tokoh politik.Selang beberapa saat, salah seorang tetangga memberi tahu pada Soeharto tentang terjadinya aksi penembakan pada jam setengah 6 pagi beserta hilangnya sejumlah jenderal yang diduga sedang dicuilik. Mendengar berita tersebut, Soeharto pun segera bergerak ke Markas KOSTRAD dan menghubungi anggota angkatan laut dan polisi. Soeharto juga berhasil membujuk dua batalion pasukan kudeta untuk segera menyerahkan diri. Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke dalam area markas KOSTRAD. Kemudian disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur menuju Halim Perdana Kusuma. Karena prosesnya yang berjalan kurang matang, akhirnya kudeta yang dilancarkan oleh PKI tersebut berhasil digagalkan oleh Soeharto. Sehingga kondisi ini menyebabkan para tentara yang berada di Lapangan Merdeka mengalami kehausan akan impresi dalam melindungi Presiden yang sedang berada di Istana.

Masa Berakhirnya Peristiwa G30S/PKI/ KRONOLOGIS PENUMPASAN PKI

  1. Tanggal 1 Oktober 1965

Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.

  1. Tanggal 2 Oktober 1965

Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.

  1. Tanggal 3 Oktober 1965

Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 titemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.

  1. Tanggal 4 Oktober 1965

Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali (karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.

  1. Tanggal 5 Oktober 1965

Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.

  1. Pada tanggal 6 Oktober,

Dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi. Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Nama nama 7 TOKOH Pahlawan Revolusi Korban Kekejaman G30S PKI 1965

  1. Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
  2. Mayjen TNI R. Suprapto
  3. Mayjen TNI M.T. Haryono
  4. Mayjen TNI Siswondo Parman
  5. Brigjen TNI DI Panjaitan
  6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
  7. Letnan Pierre Tendean                                                                                                                

(untuk latihan soal mengerjakan quis)


LATIHAN SOAL :

PETUNJUK MENGERJAKAN SOAL.
  1. Sebelum mengerjakan soal silahkan berdo’a dahulu.
  2. Bacalah materi dahulu sebelum mengerjakan soal karena jawaban ada di Materi
  3. Jawaban ditulis dibuku catatan sejarah diberi identitas difoto FDF diunggah ke Teams.
  4. Buku catatan tugas jangan hilang sewaktu-waktu dikumpulkan.
  5. Jawablah Pertanyaan Berikut Dengan Benar.

 ITEM SOAL  :

Jawablah pertanyaan berikut ini.

  1. Jelaskan kronologi penumpasan G 30 SPKI ?
  2. Jelaskan penyebab terjadinya G30S PKI ?
  3. Jelaskan Latar belakang terjadinya DI/TII ?
  4. Mengapa DI / TII dapat menyebar hampir ke seluruh Indonesia ?
  5. Banyak peninggalan Pemberontakan PKI Madiun diantaranya monumen kresek, sumur soco dan Monumen Soeryo , tuliskan komentar anda ?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN UNGGULAN

KISI-KISI SEJARAH X SOAL AKM

  CONTOH KISI -KISI SOAL AKM KLS X  MATA PELAJARAN IPS SEJARAH TAHUN 2022-2023