B. CIRI -CIRI SISTEM POLITIK LIBERALISME
Sistem politik liberalisme memiliki beberapa ciri, yaitu:
- Sangat menekankan kebebasan/kemerdekaan individu.
- Sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak kemerdekaan, hak mengejar kebahagiaan, dan lain-lain.
- Dalam sistem pemerintahan, terbagi atas beberapa kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
- Menganggap sistem demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara karena hak-hak asasi manusia itu terlindungi.
- Infra struktur/struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi dan tumbangnya sistem kediktatoran.
- Adanya homo seksual dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada kebebasan individu.
- Melahirkan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan antara negara dengan agama. Menurut pemahaman mereka, agama adalah urusan masyarakat sedangakan negara adalah urusan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh turut campur dalam hal agama.
- Menentang ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga hak-hak asasi manusia banyak dirampas dan diperkosa.
- Melahirkan kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini sedang diusahakan dalam Sistem politik liberalisme modern untuk menghilangkan jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin.
- Berusaha dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh anggota masyarakat atau seluruh warga negara.
- Adanya budaya yang tinggi dengan menjungjung tinggi kreatifitas, produktifitas, efektifitas, dan inovasitas warga negaranya.
- Mengusahakan di dalam negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber sehingga pergantian pemerintahan berjalan secara normal.
- Menentang sistem politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia.
- Menggunakan sistem pemerintahan (sistem kabinet) parlementer. yaitu presiden sebagai kepala negara dan perdana mentri sebagai kepala pemerintahan. Sedang sebelumnya dan sesudah tahun 1959 menggunakan sistem kabinet presidential dimana presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepaka pemerintahan.
baca juga materi Demokrasi Terpimpin
C. SISTEM POLITIK DEMOKRASI LIBERAL
Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 November 1945, yaitu sejak sistem multi-partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode pertama.
Demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer, karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan.
Dalam periode demokrasi liberal terdapat beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan telah melekat dan mewarnai prosesnya, yaitu:
1. Penyaluran Tuntutan
Tuntutan terlihat sangat intens (frekuensinya maupun volumenya tinggi) dan melebihi kapasitas sistem yang hidup, terutama kapasitas atau kemampuan mesin politik resmi. Melalui sistem multi-partai yang berlebihan, penyaluran input sangat besar, namun kesiapan kelembagaan belum seimbang untuk menampungnya. Selektor dan penyaring aneka warna tuntutan itu kurang efektif berfungsi, karena gatekeeper (elit politik) belum mempunyai konsensus untuk bekerja sama, atau pola kerjasama belum cukup tersedia.
2. Pemeliharaan dan Kontinuitas Nilai
Keyakinan atas Hak Asasi Manusia yang demikian tingginya, sehingga menumbuhkan kesempatan dan kebebasan luas dengan segala eksesnya. Ideologisme atau aliran pemikiran ideologis bertarung dengan aliran pemikiran pragmatik. Aliran pragmatik diilhami oleh paham sosial-demokrat melalui PSI, sedangkan yang beraliran ideologik diilhami oleh nasionalisme-radikal melalui PNI.
3. Kapabilitas
Pengolahan potensi ekstraktif dan distributif menurut ekonomi bebas dilakukan oleh kabinet yang pragmatik, sedang kapabilitas simbolik lebih diutamakan oleh kabinet ideologik. Keadilan mendapat perhatian kabinet ideologik, sedang kemakmuran oleh kabinet pragmatik.
4. Integrasi Vertikal
Terjadi hubungan antara elit dengan massa berdasarkan pola integrasi aliran. Integrasi ini tidak selalu berarti prosesnya dari atas (elit) ke bawah (massa) saja, melainkan juga dari massa ke kalangan elit berdasarkan pola paternalistik.
5. Integrasi Horisontal
Antara elit politik tidak terjalin integrasi yang dapat dibanggakan. Walaupun pernah terjalin integrasi kejiwaan antarelit, tetapi akhirnya berproses ke arah disintegrasi. Di lain pihak, pertentangan antar elit itu bersifat menajam dan terbuka. Kategori elit Indonesia yang disebut penghimpun solidaritas (solidarity makers) lebih menampak dalam periode demokrasi liberal. Walaupun demikian, waktu itu terlihat pula munculnya kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana keselangselingan pergantian kepemimpinan seperti kelompok administrators yang dapat memegang peranan.
6. Gaya Politik
Bersifat idiologis yang berarti lebih menitikberatkan faktor pembeda. Karena ideologi cenderung bersifat kaku dan tidak kompromistik atau reformistik. Adanya kelompok-kelompok yang mengukuhi ideologi secara berlainan, bahkan bertentangan, berkulminasi pada saat berhadapan dengan penetapan dasar negara pada sidang Konstituante. Gaya politik yang ideologik dalam Konstituante ini oleh elitnya masing-masing dibawa ke tengah rakyat, sehingga timbul ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.
Berasal dari angkatan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang lebih cenderung, belum permisif untuk meninggalkan pikiran-pikiran paternal, primordial terhadap aliran, agama, suku, atau kedaerahan.
a) Massa
Partisipasi massa sangat tinggi, sampai-sampai tumbuh anggapan bahwa seluruh lapisan rakyat telah berbudaya politik partisipasi.
b) Veteran dan Militer
Adanya pengaruh demokrasi barat yang lebih dominan, maka keterlibatan militer dalam dunia politik tidak terlalu terlihat, sehingga supremasi sipil yang lebih menonjol.
9. Pola Pembangunan Aparatur Negara
Berlangsung dengan pola bebas, artinya ditolerir adanya ikatan dengan kekuatankekuatan politik yang berbeda secara ideologis. Akibatnya, fungsi aparatur negara yang semestinya melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung melayani kepentingan golongan menurut ikatan primordial.
10. Tingkat Stabilitas
Terjadi instabilitas politik yang berakibat negatif bagi usaha-usaha pembangunan.
D. PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Keadaan Politik Pemerintahan pada Masa Demokrasi Liberal
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai– partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut.
Program Kabinet ini yang penting di antaranya meliputi:
- a. mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante;
- b. mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat;
- c. menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;
- d. menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat;
- e. memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya;
- f. mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat;
- g. membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat;
- Kegagalan menyelasaikan masalah Irian Barat dan pencabutan PP No.39/ 1950 tentang Pembentukan DPRS dan DPRDS yang dianggap menguntungkan Masyumi telah menimbulkan adanya mosi – mosi tidak percaya kepada kabinet Natsir. Sehingga kabinet Natsir harus mengembalikan kekuasaan / mandatnya kepada Presiden.
- a) Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
- b) Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
- c) Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
- d) Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
- e) Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
3. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 ).
4. Kabinet Ali I [ 31 Juli 1954-24 Juli 1955 ].
- a. Dalam negri mencangkup soal keamanan,pemilihan umum,kemakmuran dan keuangan negara,perburuh dan perundang – undangan.
- b. Pengembalian Irian barat.
- c. Politik luar negri bebas aktif.
- a. Berkurangnya ketegangan dunia.
- b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik ras diskriminasi dinegaranya.
- c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena Belanda masih bertahan di Irian Barat. Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination (Penghapusan segala bentuk diskriminasi ras) dan basic peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.
Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dari Masyumi serta Wakil Perdana Menteri yaitu R. Djanu Ismadi dari PIR-Hazairin dan Harsono Tjokroaminoto dari PSII. Presiden Soekarno sebenarnya kurang merestui kabinet ini karena yang menunjuk Burhanuddin Harahap sebagai kepala pemerintahan kabinet ini adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta. Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu
- mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah;
- melaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi; serta
- memperjuangkan pengembalian Irian Barat.
Keberhasilan kabinet ini di antaranya mengadakan perbaikan ekonomi, termasuk mengendalikan harga dengan menjaga agar tidak terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam masalah ekonomi, kabinet ini telah berhasil cukup baik. Dapat dikatakan bahwa kehidupan rakyat semasa kabinet ini cukup makmur karena harga-harga barang kebutuhan pokok tidak melonjak naik akibat inflasi. Dalam periode kabinet ini, pemilihan umum pertama tahun 1955 dilaksanakan untuk memilih anggota-anggota DPR. Selain itu, kabinet ini juga mengembalikan wibawa pemerintah Republik Indonesia di mata pihak Angkatan Darat.
Kabinet ini jatuh tidak diakibatkan oleh keretakan di dalam tubuh kabinet, juga bukan karena dijatuhkan oleh kelompok oposisi yang mencetuskan mosi tidak percaya dari parlemen, tetapi karena merasa tugasnya sudah selesai. Pada tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, sekaligus menyerahkan mandatnya kepada Presiden untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Kabinet ini terus bekerja sebagai kabinet demisioner selama 20 hari sampai terbentuknya kabinet baru yakni Kabinet Ali–Roem–Idham yang dilantik tanggal 24 Maret 1956 dan serah terima dengan Kabinet Burhanuddin Harahap dilakukan tanggal 26 Maret 1956
Kabinet Ali Sastroamidjojo II disebut pula Kabinet Ali–Roem–Idham karena dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dari PNI beserta dua Wakil Perdana Menteri yakni Mohamad Roem dari Masyumi dan Idham Chalid dari NU. Program pokok kabinet ini adalah pembatalan Konferensi Meja Bundar, pemulihan keamanan dan ketertiban, dan melaksanakan keputusan Konferensi Asia–Afrika. Program kerjanya disebut rencana pembangunan lima tahun yang memuat program jangka panjang, yaitu
- menyelesaikan pembatasan hasil Konferensi Meja Bundar;
- menyelesaikan masalah Irian Barat;
- membentuk Provinsi Irian Barat;
- menjalankan politik luar negeri bebas aktif;
- membentuk daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD;
- mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai;
- menyehatkan keseimbangan keuangan negara; dan
- mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo II mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, yang hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kabinet ini pun berumur tidak lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh Kabinet Djuanda karena mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (perpecahan antara PNI dan Masumi karena mendukung tuntutan daerah ) yang membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden.
7. Kabinet Djuanda
Kabinet Djuanda adalah kabinet terakhir pada masa demokrasi liberal, berjalan dari Maret 1957 sampai dengan Juli 1959. Kabinet ini memiliki tugas yang serupa, yaitu perjuangan Irian Barat, melanjutkan pembatalan KMB, dan perbaikan keadaan negara. Kabinet ini dibentuk bersamaan dengan memuncaknya pergolakan di berbagai daerah.
Salah satu keberhasilan Juanda di kabinet ini, yaitu mampu menelurkan Deklarasi Juanda , tentang lebar laut negara Indonesia .Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
- Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
- Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
- Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia
- Deklarasi JUANDA mengandung suatu tujuan:
- Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
- Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan
- Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.
Kabinet ini bubar karena Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai selesainya masa demokrasi liberal.
E. KONDISI EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL.
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
- 1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
- 2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
- 3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
- 4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
- 5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
- 6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
- 7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
- 8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi- operasi keamanan semakin meningkat.
- 9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
- 10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1. Mengurangi jumlah uang yang beredar
2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
1. Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
Kekurangan Demokrasi Liberal :
1. Multipartai, yang mengakibatkan aspirasi yang belum tersalurkan seluruhnya dengan baik.
2. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang terlalu bebas, sehingga tidak ada pertanggungjawabannya.
Kelebihan Demokrasi Liberal :
HAM dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh negara
Sumber : rangkuman dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar