Pages

Senin, 08 Februari 2021

REFOLUSI PERANCIS, LATAR BELAKANG, PROSES REFOLUSI DAN DAMPAKNYA


Sebelum meletus revolusi, masyarakat  Prancis  terbagi ke dalam tiga golongan  politik:  
1.Golongan  bangsawan  
2. Golongan gereja atau agamawan  yang terdiri dari rahib dan      biarawan katolik, pendeta  dan uskup.
3. warga negara Prancis.  

Golongan ketiga ini pun dibagi ke dalam tiga bagian:
   (1) golongan menengah (borjuis) seperti ahli  hukum, dokter,  pedagang,     pengusaha   
   (2) kaum buruh  dan pekerja
   (3) golongan petani.

 I. Latar Belakang Lahirnya Revolusi Prancis

a. Ketidak adilan Politik dan Ekonomi

Kaum bangsawan memegang peranan yang sangat penting dalam bidang  politik,  sehingga  segala sesuatunya  ditentukan oleh bangsawan sedangkan raja hanya mengesahkan saja. Ketidakadilan dalam bidang politik dapat dilihat dari pemilihan pegawai-pegawai pemerintah yang berdasarkan keturunan dan bukan  berdasarkan profesi atau keahlian,  Hal ini menyebabkan administrasi negara  menjadi  kacau dan  berakibat  munculnya tindakan korupsi.  Penyebab lain meletusnya  Revolusi Prancis adalah masalah keuangan yang disebabkan oleh pengeluaran yang berlebihan oleh raja-raja Prancis pada tahun 1600-1700-an. Untuk menanggulangi masalah tersebut, raja Prancis menggunakan sistem pajak kepada rakyatnya.  Namun,  sistem pajak yang digunakan tidak  mampu memberikan keadilan  bagi rakyatnya.  Golongan  I dan II bebas dari pajak tertentu. Sebagian borjuis yang kaya juga terbebas dari pajak dengan cara membeli surat lisensi bebas pajak, sedangkan golongan III, yakni para petani dan buruh, dikenakan semua jenis pajak antara lain pajak diri, pajak penghasilan, pajak tanah  dan rumah,  pajak garam, dan pajak anggur.

b.lemahnya Wibawa Raja Perancis
Raja Prancis  seperti  Louis  XV dan  XVI  menyadari  bahwa masalah keuangan  negara dapat teratasi  bila setiap orang atau golongan membayar pajak. Akan tetapi karena mereka tidak memiliki kewibawaan dalam menindak golongan I dan II, maka golongan tersebut  tetap memiliki  hak-hak  istimewa dan bebas dari pajak.

 c.Munculnya Filsuf-filsuf Pembaharu
.      Adapun tokoh-tokoh pembaharu tersebut  di antaranya:
        (a)     Montesquieu,  yang menulis  buku  berjudul  Lesprit des Lois (Jiwa Undang-                      undang) yang menerangkan sejarah undang- undang  dan  peraturan pemerintah                      beserta  kelebihan  dan kelemahannya. Kekuasaan negara yang dibagi ke dalam                   tiga kekuasaan yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif yang dikenal dengan                           nama  Trias Politica.


 
       (b)      Voltaire,  seorang  tokoh  pembaharu yang  mengecam  peraturan-peraturan                           negara dan menyatakan bahwa pemerintahan Raja Louis XVI bukanlah sebuah                       pemerintahan demokratis melainkan pemerintahan otokrasi yang berpusat pada                       kekuasaan seorang raja dan menjalankan pemerintahan untuk  kepentingan pribadi                 atau golongan bukan untuk rakyat.



      (c)        J.J. Rousseau, seorang filsuf yang menaruh perhatian terhadap pelaksanaan                           kedaulatan dan persamaan  rakyat dan menganjurkan agar Prancis melaksanakan                   Sistem pemerintahan demokrasi.  Atas idenya tersebut  ia dianggap  sebagai                          “Bapak Demokrasi Modern”.

 
 d.  Absolutisme Monarki
       Absolutisme monarki adalah suatu bentuk pemerintahan kerajaan yang rajanya                       berkuasa  secara mutlak  dan  tidak  dibatasi undang-undang. Dalam sistem pemerintahan ini, nasib negara berada di tangan  raja. Raja Louis  XVI adalah raja                 yang tidak memiliki kewibawaan  mampu  membuat  keseragaman                               administrasi dan bersifat depotisme  sert feodalisme. Hal ini mengakibatkan                         banyak   para     pejabat       pemerintah  yang    melakukan penyelewengan  dan                 ketidakadilan ba
 

II.  Penyerangan  ke Penjara Bastille

       Kelahiran  Revolusi Prancis seperti  yang telah  disinggung di atas bahwa salah satu sebab yang mengakibatkan Revolusi Prancis adalah masalah keuangan. Sebagai tindak lanjut dalam mengatasi permasalahan keuangan, Raja Louis XVI berusaha menerapkan pajak kepada Golongan I dan II. Akan tetapi  tindakan ini mengalami  kegagalan karena tidak disetujui oleh golongan bangsawan. Golongan ini berpendapat bahwa semua pajak yang baru yang akan diterapkan harus  mendapat persetujuan dari  Estates General atau  Badan Legislatif yang  meru-pakan badan  perwakilan  dari  ke tiga golongan masyarakat Prancis.      
Masyarakat      Perancis mengharapkan agar  Estates General dapat  berperan  dalam kehidupan politik  di  Prancis.  Namun,  dalam  tubuh  Estates General sendiri terdapat perselisihan pendapat tentang tata cara pemungutan suara (voting) di antara ke tiga golongan. Golongan I dan II menghendaki voting dilakukan oleh golongan  mereka (estates). Sedangkan  golongan  III  menyadari  bahwa  jumlah mereka  jauh  lebih  banyak  dan  menghendaki agar  voting dilakukan secara individual.  Perselisihan tersebut  diakhiri dengan  pengusiran anggota golongan  III  dari  tempat  sidang  pertemuan oleh Louis  XVI. Golongan  III  tersebut  akhirnya  bersidang  di lapangan  tenis tertutup (jeu de pume). Di tempat  tersebut  mereka  membentuk Dewan Nasional atau National Assembly atas anjuran  Abbe Syies pada  tanggal  17 Juni  1789. Hal  ini  dianggap  sebagai  awal dimulainya Revolusi Prancis.  Tuntutan Dewan Nasional adalah menuntut adanya peran politik  yang besar dalam pemerintahan serta diakuinya hak-hak mereka dan meminta terbentuknya undang-undang atau  konstitusi bagi Prancis  sesuai  dengan sumpah Jeu de Paume. Pada 9 Juli 1789 terbentuklah Assembly National Constituante (Dewan  Nasional  Konstituante) yang terdiri  dari  perwakilan semua  golongan  yang bertugas  membuat  rancangan  undang- undang  dasar. Lahirnya lembaga  ini  menunjukkan lemahnya kedudukan dan  kewibawaan  Raja Louis  XVI dan  keberanian Assembly National.
Bastille adalah sebuah benteng  pertahanan kota Paris yang dibangun pada tahun  1300. Benteng ini diubah menjadi penjara bagi  tawanan  politik  yang  membahayakan kekuasaan  raja. Penyerangan penduduk            Prancis ke penjara Bastille dilatarbelakangi oleh  kabar  tentang  pengumpulan pasukan kerajaan  yang berjumlah 20.000 orang  untuk  membubarkan Dewan Nasional dan melawan revolusi. Alasan lain penyerbuan penduduk terhadap  penjara  Bastille  adalah  raja  bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, rakyat ingin menghancurkan simbol kekuasaan raja, rakyat ingin membebaskan para tokoh dan pimpinan politik  yang di penjara yang seluruhnya berjumlah 7 orang. Singkatnya, Bastille adalah simbol dari kejahatan Raja Louis. Dikeluarkannya “Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warga Negara” (Declaration des Droits de I’home et du Citoyen) pada tanggal
26 Agustus 1789 oleh pihak kerajaan, telah memicu rakyat Paris untuk  memberontak.
Melalui deklarasi ini rakyat Prancis memiliki hak kemerdekaan, hak milik,  hak keamanan  dan hak perlindungan dari  tindakan kekerasan.  Dalam  deklarasi  ini  juga dinyatakan bahwa  semua  orang  memiliki  persamaan  (equality) di  depan hukum, memiliki  hak  untuk  berbicara,  memilih  agama dan kebebasan pers. Inti deklarasi ini merujuk  pada ajaran Rousseau yang memuat asas kedaulatan rakyat, kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan.
Prinsip-prinsip kemerdekaan (liberty), persamaan  (equality), dan  hak-hak  alami  (natural right) dirumuskan kembali  dalam konstitusi Prancis  yang baru. Pada dasarnya konstitusi tersebut berisi jaminan  hak-hak  rakyat dan pembatasan  kekuasaan  raja. Raja Louis  XVI menerima  konstitusi tersebut  sehingga  corak pemerintahan Prancis  menjadi  monarki  konstitusional, yang berarti kerajaan yang mempunyai undang-undang dasar.

 
III.  Bentuk-bentuk Pemerintahan Prancis Pasca Revolusi

 a. Pemerintahan  Monarki Konstitusional (1789-1793)


14 Juli 1789 merupakan langkah awal yang diambil oleh pemerintah revolusi, yaitu dengan dibentuk Pasukan Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Jendral Lafayette.  Selanjutnya  dibentuk Majelis Konstituante untuk menghapus hak-hak istimewa raja, bangsawan, dan pimpinan gereja. Semboyan rakyat segera dikumandangkan oleh J.J. Rousseau yaitu liberte, egalite dan fraternite. 
Dewan perancang undang-undang terdiri atas Partai Feullant dan Partai Jacobin. Partai Feullant bersifat pro terhadap raja yang absolut,  sedangkan  Partai  Jacobin  menghendaki Prancis berbentuk republik.  Mereka beranggotakan kaum Gerondin dan Montagne  di  bawah  pimpinan Maxmilien  de’Robespierre, Marat, dan Danton. Pada masa ini juga raja Louis XVI dijatuhi hukuman pancung (guillotine) pada 22 Januari 1793 pada saat itu bentuk  pemerintahan Prancis adalah republik.
 
b.Pemerintahan Teror atau Konvensi Nasional (1793-1794)
Pada masa ini pemegang kekuasaan pemerintahan bersikap keras, tegas, dan radikal demi penyelamatan negara. Pemerintahan teror dipimpin oleh Robespierre dari kelompok Montagne. Di bawah pemerintahannya setiap orang yang kontra terhadap revolusi akan dianggap  sebagai musuh  Prancis.  Akibatnya  dalam  waktu  satu tahun  terdapat  2.500 orang  Prancis  dieksekusi,  termasuk permaisuri Louis XVI, Marie Antoinette. Hal ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan  oleh  kaum  Girondin. Robespierre  ditangkap dan dieksekusi  dengan  cara dipancung bersama  dengan  20 orang pengikutnya. Pada Oktober 1795 terbentuklah pemerintahan baru yang lebih moderat yang disebut Pemerintahan Direktori.
 
c. Pemerintahan Direktori atau Direktorat  (1795-1799)
Pada masa Direktori, pemerintahan dipimpin oleh lima orang warga negara  terbaik  yang  disebut  direktur. Masing-masing direktur memiliki   kewenangan  dalam  mengatur masalah ekonomi,  politik  sosial, pertahanan-keamanan, dan keagamaan. Direktori dipilih  oleh Parlemen.  Pemerintah direktori ini tidak bersifat demokratis sebab hak pilih hanya diberikan kepada pria dewasa yang membayar  pajak.  Dengan  demikian  wanita  dan penduduk miskin  tidak  memiliki  hak  suara  dan  tidak  dapat berpartisipasi. Pada masa pemerintahan direktori, rakyat tidak mempercayai pemerintah karena sering terjadinya tindak korupsi yang  dilakukan oleh  pejabat  pemerintah yang  berakibat terancamnya kesatuan  nasional  Prancis.  Akan  tetapi,  dari  segi militer  Prancis  mengalami  kemajuan  yang pesat, hal ini berkat kehebatan  Napoleon  Bonaparte.  Ketidakpercayaan rakyat terhadap  pemerintah ini berhasil dimanfaatkan Napoleon untuk merebut  pemerintahan pada tahun  1799.
 
 d. Pemerintahan Konsulat (1799-1804)
Pemerintahan konsulat  dibagi  ke dalam  tiga  bagian,  yaitu Napoleon sebagai Konsulat I, Cambaseres sebagai Konsulat II, dan Lebrun sebagai Konsulat III. Akan tetapi dalam perjalanan sejarah  selanjutnya  Napoleon  berhasil  memerintah sendiri.  Di bawah pimpinan Konsulat Napoleon, Perancis berhasil mencapai puncak  kejayaannya.  Tidak  hanya  dalam  bidang  militer  akan tetapi  juga dalam  bidang  sosial, politik,  ekonomi,  dan budaya. Pada tahun  1803 Napoleon  terpilih sebagai kaisar  Prancis  atas dasar voting dalam sidang legislatif. Penobatannya dilaksanakan pada 2 Desember 1804 oleh Paus VII.
 
e. Masa Pemerintahan Kaisar (1804-1815)
Napoleon sebagai kaisar dimulai dengan pemerintahannya yang bersifat absolut. Hal ini jelas tidak disukai oleh rakyat Prancis. Napoleon memiliki keinginan untuk mengembalikan kekuasaan raja secara turun-temurun dan menguasai seluruh wilayah Eropa. Ia  mengangkat  saudara- saudaranya  menjadi  kepala  negara terhadap wilayah yang berhasil ditaklukannya. Oleh karena itu, pemerintahan Napoleon disebut juga pemerintahan nepotisme.
Pemerintahan kekaisaran  berakhir   setelah  Napoleon ditangkap pada tahun  1814 setelah  kalah  oleh  negara-negara koalisi  dan  dibuang  di  Pulau Elba. Karena  kecerdikannya Napoleon berhasil melarikan diri dan segera memimpin kembali pasukan Prancis untuk  melawan tentara koalisi selama 100 hari. Namun,  karena kekuatan  militer  yang tak seimbang, akhirnya Napoleon mengalami kekalahan dalam pertempuran di Waterloo pada  tahun  1915. Dia  dibuang  ke pulau  terpencil  di Pasifik bagian  selatan,  St. Helena  sampai  akhirnya  meninggal  pada tahun  1821.
 
f. Perintahan Reaksioner
Rakyat merasa tidak senang terhadap sistem pemerintahan absolut yang dilakukan oleh Napoleon.  Oleh karena itu rakyat kembali memberi  peluang  pada   keturunan Raja Louis  XVIII untuk menjadi raja di Prancis kembali (1815-1842). Raja yang berkuasa pada saat sistem  pemerintahan Reaksioner,  selain  Raja Louis XVIII,  adalah  Raja Charles  X (1824-1840) dan  Raja Louis Philippe (1830-1848).

baca juga :

1. Refolusi Amerika

2. Refolusi Perancis

3. Refolusi Industri

4. Refolusi Bolshewik

 
IV.  Dampak Revolusi Prancis

 a. Dampak politik
Revolusi Prancis secara politik telah mengakibatkan berkembangnya faham liberal yang menghendaki demokrasi dan kebebasan  individu, lahirnya  negara-negara  republik  yang demokratis, munculnya aksi-aksi revolusioner untuk menentang penguasa  absolutisme.  Prancis  berubah awalnya bersifat  absolut (kekuasaan raja yang tidak terbatas) menjadi negara yang demokratis (negara  yang berundang-undang dan  mempunyai Dewan  Perwakilan  Rakyat). 
 
b. Dampak Ekonomi
Revolusi  Prancis  secara ekonomi telah         mengakibatkan sistem pajak feodal dihapus, berkembangnya industri modern,  munculnya sistem perdagangan bebas  dan  keadilan  dalam  sistem  perpajakan.
 
c. Dampak Sosial
Revolusi  Prancis  secara sosial-budaya  telah  mengakibatkan sistem  feodalisme  terhapus,  munculnya susunan  masyarakat yang baru tanpa kelas, adanya usaha pemerataan pendidikan dan pengajaran, adanya kebebasan beragama, serta langkah Napoleon diikuti oleh banyak negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN UNGGULAN

KISI-KISI SEJARAH X SOAL AKM

  CONTOH KISI -KISI SOAL AKM KLS X  MATA PELAJARAN IPS SEJARAH TAHUN 2022-2023