a. Kebudayaan Hindu
Bangsa arya semula merupakan bangsa pengembara alias nomaden, namun setelah sampai di India bangsa Arya ini mulai menetap. Berubahnya pola
hidup bangsa Arya dari seorang pengembara menjadi hidup menetap dari nomaden ke sendenter,
melahirkan kebudayaan campuran dengan bangsa aslinya, yaitu bangsa dravida / Hindu dan kebudayaanya disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Daerah
perkembangan pertamanya terdapat di lembah Sungai Gangga, yang disebut
Aryavarta (negeri orang Arya) dan Hindustan (tanah milik orang Hindu).
Baca juga :
35 SOAL PILIHAN GANDA DAN ESSAY PRAAKSARA INDONESIA PART 2
Bangsa Hindu melahirkan karya sastra berupa kitab Weda yang berisi cerita kepahlawanan bangsa Arya dan puji-pujian kepada dewa. Kitab Suci Weda terdiri dari empat bagian, yaitu:
(1) Reg-Weda, berisi syair-syair pemujaan kepada dewa-dewa.
(2) Sama-Weda, berisi
nyanyian untuk memuja dewa.
(3) Yayur-Weda,
berisi bacaan untuk keselamatan.
(4) Atharwa-Weda,
berisi ilmu untuk menghilangkan marabahaya.
Selain Kitab Suci Weda, terdapat Kitab Brahmana yang isinya
doa-doa ucapan Brahmana saat dilangsungkan upacara, dan Kitab Upanishad yang
isinya ajaran keagamaan dari guru.
Ajaran Hindu mengenal banyak dewa (polytheisme), namun dewa
yang utama adalah Dewa Brahma,
Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang disebut juga Tri Murti.
Bangsa Arya mengatur tatanan sosial masyarakat yang dijumpainya dengan sistem kasta. Sistem kasta terdiri dari 4 bagian, yakni:
(1) Kasta Brahmana :
kaum agamawan.
(2) Kasta Kstaria : kaum pemerintahan.
(3) Kasta Waisya :
kaum petani dan pedagang.
(4) Kasta Sudra : kaum pekerja. dan juga kasta paria (tidak berkasta) yang terdiri dari para gelandangan.
Selain sistem
kepercayaan, bangsa Arya juga
membangun sistem kemasyarakatan.
Dari kitab Rig−Veda kita memperoleh gambaran
tentang kehidupan masyarakat pada masa
itu.
Kitab lain yang
dianggap suci dalam agama Hindu adalah Purana. Kitab
ini terdiri dari 18 bab dengan
isinya yang berbeda−beda. Namun secara umum, ke−18 bab ini memuat hal− hal
berikut ini.
(1) Sarga
memuat cerita tentang penciptaan alam
semesta.
(2) Pratisarga
memuat cerita tentang penciptaaan kembali dunia setiap kali di dunia lenyap.
(3) Wamca memuat cerita tentang asal usul para dewa dan resi.
(4) Manwantarani
memuat cerita tentang pembagian waktu satu hari Brahma.
(5) Wamcanucarita
memuat cerita tentang
raja−raja yang memerintah di atas
dunia.
Pada saat ini, dalam agama Hindu juga muncul aliran−aliran
tertentu. Aliran−aliran ini umumnya didasarkan pada nama dewa yang mereka puja.
Di antaranya Aliran Hindu Siwa yang memuja Dewa
Siwa dan aliran Hindu Waisnawa yang memuja Dewa Wisnu.
b. Agama
Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama Sang Buddha (artinya Yang Diterangi/Yang Disinari). Pada awalnya, Sidharta Gautama adalah seorang pangeran di Kerajaan Kapilawastu dan termasuk golongan Kasta Ksatria. Gaya hidup yang dijalani Sidharta semenjak kecil selalu dalam kemewahan dan serba berkecukupan, walaupun begitu tidak pernah merasakan ketenangan batiniah. Pada suatu masa dia mencari ketenangan untuk melepaskan samsara (penderitaan) yang dialaminya dengan cara bersemedi di bawah pohon pipala (bodhi). Kurang lebih 7 tahun ia mendapatkan sinar terang di hatinya dan menjadi Sang Buddha. Ajarannya pertama kali mulai diperkenalkan kepada masyarakat di Taman Rusa Benares.
Buddha percaya pada
reinkarnasi dan karma, yang telah membuat hidupnya sengsara, oleh
karena itu manusia
harus memutuskan kesengsaraanya
dengan delapan jalan suci, yakni pandangan yang benar, niat
yang benar, berbicara yang benar, berbuat yang benar,
penghidupan yang benar,
berusaha yang benar, perhatian
yang benar dan bersemedi yang benar.
Berbeda dengan agama
Hindu, agama Buddha tidak mengenal kasta dan memandang kedudukan
manusia yang sama di dalam susunan
masyarakat. Oleh karena itu, agama Buddha sangat diminati oleh
masyarakat yang bergolongan rendah.
Tiga unsur utama yang
terdapat dalam ajaran
Buddha, sebagai berikut:
(1) Sang Buddha, berbakti kepada Sang Buddha.
(2) Dharma, berbakti
kepada ajarannya.
(3) Sangha,
berbakti kepada umatnya.
Keseluruhan ajaran Buddha kemudian dibukukan dalam Kitab Tripitaka. Kitab Tripitaka menjadi pedoman ritual bagi kehidupan para pengikutnya. Kitab ini terdiri dari tiga kumpulan tulisan, yakni Sutra Pitaka, Vinaya Pitaka, dan Abhidharma Pitaka.
Sang Buddha wafat pada tahun 483 di Kucinagara, ajarannya
berkembang menjadi dua aliran yang berbeda,
yaitu Buddha Hinayana dan Buddha
Mahayana. Buddha Hinayana
memiliki sifat tertutup dengan bertujuan pembebasan samsara hanya bagi dirinya
sendiri, sedangkan Buddha Mahayana bersifat terbuka dengan bertujuan pembebasan lebih
luas, selain untuk dirinya
sendiri juga bagi orang lain.
Perkembangan agama Buddha
di India mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Ashoka dari
Dinasti Maurya (273 − 232 SM). Pada masa itu, Raja Ashoka menetapkan agama
Buddha sebagai agama resmi negara. Ia juga memerintahkan pembuatan
stupa−stupa Buddha di berbagai tempat.
c. Aliran Jaina
Rekasi terhadap
dominasi Brahmana dalam budaya
Hindu tidak hanya melahirkan agama Buddha, juga aliran Jaina yang diajarkan
oleh Mahavira pada tahun 540-468 SM.
Aliran Jaina melarang menyakiti makhluk
lain tetapi menyakiti diri sendiri
dapat dibenarkan. Pembebasan rasa ketersiksaan batin dapat dilakukan
dengan melakukan Tri Ratna atau Tiga Permata, yakni iman yang benar,
pengetahuan yang benar dan sikap yang benar.
Aliran Jaina tidak
mengenal adanya sang pencipta
dan menolak adanya
upacara-upacara ritual. Oleh sebab itu,
banyak peminatnya terdiri dari golongan
pedagang yang tidak memiliki waktu
untuk urusan ritual
dan lebih mementingkan jalannya usaha. Selain itu, tidak
adanya pembagian kasta diminati pula oleh golongan kasta
rendah.
Yang lebih
menarik pada ajaran Jaina adalah
menganggap dunia sebagai sesuatu yang dosa dan jahat sehingga tidak
mementingkan hal-hal yang duniawi,
salah satunya adalah penggunaan pakaian yang tidak
mementingkan unsur keindahan atau mode.
Antara ajaran Jaina dan Buddha memiliki kesamaan dalam hal larangan atau dikenal dengan istilah dasasila, di
antaranya:
(1) jangan membunuh;
(2) jangan mengambil hak orang lain;
(3) jangan
berzina;
(4) jangan
berbohong;
(5) jangan
minum minuman keras;
(6) jangan
makan sebelum waktunya;
(7) jangan mengunjungi tempat berfoya-foya;
(8) jangan
memakai pakaian bagus;
(9) jangan tidur di tempat yang enak;
(10) jangan
menerima pemberian uang.
Ajaran Jaina banyak dianut oleh orang-orang India, walaupun tidak sebanyak penganut agama Hindu, fikiran aliran ini masih memengaruhi perilaku orang India sekarang.
d. Pemerintahan
Pemerintahan yang pernah berkuasa di wilayah Lembah Sungai Gangga adalah Kerajaan Gupta. Kerajaan
ini erat kaitannya dengan keberadaan Kerajaan Maurya di Lembah Sungai Shindu.
Runtuhnya kerajaan ini mendorong timbulnya Kerajaan Gupta yang menguasai India.
1) Kerajaan Candragupta
Raja-raja yang pernah
berkuasa di Kerajaan Gupta,
yaitu:
1) Candragupta
I (320-330)
2) Samudragupta
(330-375)
3) Candragupta
II (375-415)
Pada masa Candragupta II, kondisi Kerajaan Gupta mengalami kemajuan yang pesat terutama di bidang perdagangan, kesenian dan ilmu pengetahuan, bahkan pada masa ini ditemukan teknologi pembuatan cat, pengawetan kulit dan pembuatan kaca.
2) Kerajaan Harsha
Setelah Candragupta II wafat, Kerajaan Gupta mulai mundur malah membawa India mengalami masa kemunduran selama dua abad hingga muncul kembali masa kejayaan India dengan berdirinya Kerajaan Harsha pada abad ke-7 dengan ibukota Kanay. Kerajaan ini pun akhirnya runtuh pada abad ke-11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar