Pages

Kamis, 04 Juni 2015

MASA REFORMASI DI INDONESIA BAG 2

Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998
       1.    Kronologi terjadinya Reformasi.
             - 13 Mei 1998, rakyat meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri.
             - 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan surakarta.
             - 15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G 15 di Kairo
             - 15 Mei 1998 mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, pada saat itu ketua
DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden soeharto mengundurkan diri.
Hal ini berdampak terhadap merosotnya nilai rupiah sampai menjadi  Rp. 15.000;/ dollar
             - 21 mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada B.J Habibie

       2.    Tujuan Reformasi, meliputi:
             a.   Reformasi politik, bertujuan tercapainya demokratisasi.
             b.  Reformasi ekonomi, bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
             c.  Reformasi hukum, bertujuan tercapainya keadilan atas seluruh masyarakat di wilayah Indonesia.
             d.  Reformasi sosial, bertujuan terwujudnya integrasi bangsa Indonesia.
       3.    Faktor pendorong terjadinya Reformasi
             a.  Faktor politik, meliputi:
                   -  adanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), dalam kehidupan pemerintahan.
                   -  meresotnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, karena
pemerintah ORBA syarat dengan KKN
                   -  pemerintahan Orba dibawah Soeharto bersifat otoriter tertutup.
                   -  keinginan terlaksananyademoratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
                   -  keinginan para mahasiswa untuk mengadakan perubahan.
             b.  Faktor ekonomi, meliputi :
                   -  terjadinya krisis nilai mata uang rupiah.
                   -  naiknya harga- harga kebutuhan masyarakat.
                   -  sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
             c.   Faktor sosial, antara lain :
                   -  Terjadinya kerusuhan tanggal 13-14 Mei 1998 mengakibatkan lumpuhnya perekonomian  
             d.   Faktor Hukum, anatara lain :
                   -  belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama diantara warga negara.

       4.  Agenda reformasi diberbagai bidang kehidupan, meliputi :
             a.  Agenda Reformasi Politik, antara lain :     
                   1.  Reformasi di bidang idiologi dan konstitusi.
                  2.  Pemberdayaan DPR, MPR dan DPRD agar lembaga tersebut benar- benar melakukan
                        fungsi sebagai aspek kedaulatan rakyat, dengan langkah sebagai berikut:  
                            -   DPR harus dipilih melalui Pemilu yang benar-benar jurdil
                            -   perlu diadakan perubahan tatib DPR yang dapat menghambat kinerjanya
                            -   diadakan pemisahan anatara jabatan ketua MPR dan DPR.
                   3.  Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet, meliputi:
                            -  menghapus kewenangan khusus Presiden yang berbentuk Kepres dan Inpres.
                            -  membatasi penggunaan hak prerogatif.
                            -  menyusun kode etik kepresidenan.
                   4.  Memperdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat dengan
     mengembangkan sistem multi partai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
                   5.  Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan provesional yang
                        tidak memihak.
                   6.  Mereformasi militer dan dwi fungsi ABRI mengarah pada pengurangan peran sosial dan
                        politik secara bertahap sehingga hilang sama sekali. Dengan demikian lemabaga ini dapat
                        konsentrasi dalam bidang hankam.
                   7.  Sistem pemerintah daerah, berusaha memperdayakan otonomi daerah dengan azas
                        desentralisasi.       

             b.  Agenda Reformasi dibidang ekonomi, meliputi:
                   1. penyehatan per bankan, perdagangan, koperasi dan pinjaman luar negeri untuk perbaikan
                       ekonomi 
                   2. penghapusan monopoli dan oligopoli.
                   3. mencari solusi konstruktif untuk mengatasi utang luar negeri.

             c.  Agenda Reformasi dibidang Hukum, meliputi:
                   1.  Terciptanya keadilan atas dasar HAM.
                   2.   Dibentuknya peraturan perundangan yang sesuai dengan tuntutan Reformasi, seperti: UU
                         kepailitan (bidang ekonomi),  dihapuskannya UU subversi, dilepaskannya tapol-napol ( 
                         sesuai dengan semangat HAM)

             d.  Agenda Reformasi dibidang Pendidikan
                   Ditujukan pada peninjauan kembali kurikulum minimal setiap lima tahunan

       5.    Hambatan pelaksanaan Reformasi Politik
             a.   Hambatan kultural, yaitu penggantian Soeharto kepada B J Habibie tidak diikuti oleh pergantian rezim yang berarti seperti: anggota kabinet, gubernur, birokrasi sipil, kompisisi anggota    MPR/DPR masih sama seperti pada masa ORBA
              b.  Hambatan Legitimasi, yaitu naiknya BJ Habibie sebagai presiden RI bukan merupakan hasil
                   Pemilu
             c.  Hambatan Struktural, yaitu krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berakibat semakin banyak   rakyat miskin.
             d.  Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah yang kalau tidak ditangani secara baik akan
                  mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
             e.  Adanya kesan kurang sungguh-sungguh dalam menegakkan hukum terhadap praktek
                  penyimpangan dibidang politik dan ekonomi rezim lama seperti praktek KKN
             f.  Terkotak-kotaknya elite politik sehingga dibutuhkan kesadaran untuk bersama-sama
menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.

       Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
                Ketika Habibie menggantikan kedudukan Soeharto sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998, ada 
        lima isu besar yang harus dihadapinya, yaitu:
       1)    Masa depan reformasi
       2)    Masa depan ABRI dengan dwifungsinya
       3)    Masa depan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari NKRI
       4)    Masa depan mantan Presidan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya,
       5)    Masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat (Ricklefs, 2005: 655-656).
             Dalam beberapa kesempatan Habibie menegaskan komitmennya untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum, dan ekonomi (Kompas, 22 Mei 2004). Akan tetapi, kalangan mahasiswa menilai Habibie tidak cocok untuk memimpin reformasi mengingat kedekatannya dengan Soeharto. Selain itu banyak pula para pengamat dan pelaku politik yang menilai Habibie sebagai kepanjangan tangan mantan Presiden Soeharto (Kompas, 26 Mei 1998). Apalagi proses pemindahan kekuasaan itu juga banyak dinilai tidak konstitusional.oleh karena itu aksi-aksi demonstrasi yang menuntut reformasi terus berlanjut, ditambah dengan tuntutan agar segera diadakan pemilu dan mengadili keluarga Soeharto.
                    Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Orba disambut dengan penuh antusias oleh insan pers, yang selama pemerintahan Orba mendapat tekanan yang cukup kuat. Seringkali suatu penerbitan ditutup atau dicabut izin terbitnya karena dinilai salah menilai kebijakan pemerintah, atau menyinggung sisi gelap pejabat dan keluarganya yang sedang berkuasa. Kebebasan pers di era reformasi itu semakin terasa karena pemerintahan Habibie berupaya pula untuk memberi kebebasan yang lebih luas, serta tidak lagi menganggap pers sebagai musuh. Pers dipandang sebagai mitra yang memberikan masukan atau sebagai penyambung lidah rakyat yang luput dari perhatian pemerintah (Anhar Gonggong d.k.k, 2005:207).
             Walaupun secara konstitusional masa jabatan Habibie berlangsung sampai tahun 2003, tetapi karena lemahnya mandat politik, ia harus bekerja keras memperkuat legitimasi politik pemerintahannya. Salah satu cara untuk memperkuat legitimasi pemerintahannya, tiada lain adalah pemilu yang dituntut oleh masyarakat waktu itu. Tentu saja pemilu di era reformasi bukanlah pemilu seperti pada masa rezim Orba yang dibatasi hanya ada tiga kontestan. Untuk tujuan itu maka Habibie membentuk satu tim yang bertugas untuk menyusun seperangkat undang-undang pemilu yang akan diajukan ke DPR. Sejalan dengan itu, MPR pun mulai mempersiapkan diri untuk menggelar sidang istimewa.
                        Menjelang digelarnya sidang istimewa MPR, empat orang tokoh, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sri Sultan Hamengkubuwono X, Amien Rais, dan Megawati Soekarnoputri, dipertemukan oleh para mahasiswa di rumah Gus Dur di Ciganjur. Keempat tokoh itu sepakat untuk mendesak Habibie agar menetapkan waktu pemilihan presiden pada tahun 1999.
       Semantara itu, di tengah maraknya demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 November 1998 MPR menyelenggarakan sidang istimewa. Sidang tersebut menghasilkan beberapa ketetapan, antara lain :
       1.    Terbentuknya kesempatan untuk mengamandemen UUD1945 tanpa melalui referendum (Tap MPR     no VIII/MPR/1998)
       2.    Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR No. XVIII/MPR/1998)
       3.    Jabatan presiden dan wakilnya dibatasi sampai dua masa tugas (Tap MPR No. XIII/MPR/1998)
     4.    Agenda politik meliputi pemilu, ketentuan untuk memeriksa kekuasaan pemerintah, pengawasan
              yang baik dan perubahan terhadap Dwifungsi ABRI.
     5.    Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia, mendorong kebebasan mengeluarkan
              pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan tapol/napol.
       6.   Tap MPR No XV tentang otonomi Daerah
       7.    Tap MPR No X/MPR/1998, tentang pokok-pokok Reformasi Pembangunan
       8.   Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN
                                                Hasil sidang istimewa itu ternyata tidak cukup memuaskan, karena dianggap masih memperpertahankan kursi ABRI di DPR. Oleh karena itu pada   13 November 1998, para mahasiswa pun menggelar aksi demonstrasi menuntut dibatalkannya hasil sidang istemewa tersebut. Konflik antara para petugas keamanan dan para mahasiswa akhirnya tidak dapat dihindari. Enam orang mahasiswa tewas dalam konflik itu, yang kemudian dikenal nama “Peristiwa Semanggi” (Tempo edisi khusus reformasi, 2003:31).
             Habibie memulai masa jabatannya dengan reputasi yang membuat tidak percaya oleh aktivitas mahasiswa , militer, sayap politik utama, pemerintah asing, investor luar negeri, dan perusahaan internasional. Reputasi itu ditambah pula dengan krisis multidimensial yang cukup parah, sehinga capaian Habibie dinilai oleh para pengamat politik dan sejarah sebagai suatu prestasi yang tergolong luar biasa (Ricklefs, 2005:656).
             Dalam jangka waktu tujuh belas bulan pemerintahannya, tiga dari kelima isu yang dihadapinya dapat diselesaikannya relatif baik. Isu pertama yaitu masa depan reformasi menunjukkan arah yang positif. Isu kedua masalah peranan militer dalam politik juga mengarah kepada yang positif pula. Di bawah Panglima ABRI Jenderal Wiranto, ABRI membuat “Paradigma Baru ABRI” melalui redefinisi dwifungsi dan reposisi ABRI seperti yang dituntut para aktivis mahasiswa. Pada 1 April 1999 memberlakukan kebijakan yang isinya antara lain :
       1.    Pemisahan Polri dengan ABRI (TNI)
       2.    Perubahan staf sosial politik menjadi staf teritorial
       3.    Likuidasi staf karyawan ABRI, Kantibmas ABRI, dan Badan Pembinaan Karyawan ABRI
       4.    Pengurangan Fraksi ABRI di DPR dan DPRD I/II
       5.    Pemutusan hubungan organisator dengan Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan                 parpol lain.
                        Isu ketiga, yaitu masalah Timor-Timur, Habibie berhasil mengatasinya dengan cara yang kurang populer di kalangan ABRI, yaitu dengan memberikan dua opsi (pilihan) terhadap masarakat Timor Timur untuk menentukan nasibnya snediri, apakah akan memisahkan diri dari negara Republik Indonesia ataukah menerima otonomi luas. Tindakan Habibie ini direspon positif oleh PBB dan kemudian diadakan perundingan di New York Amerika serikat tanggal 5 Mei 1999 yang menghasilkan kesepakatan tripartit antara Indonesia, Portugal dan PBB. Pada perundingan inilah jajak pendapat diputuskan. 
             Jajak pendapat yang diawasi oleh Komisi PBB, United Nation Mission in East Timor (UNAMET) dilaksanakan pada tanggal 30 agustus 199 dengan hasil  78,5% rakyat Timor-Timur memilih merdeka dan terpisah dari NKRI dan 21,5 % Pro integrasi. Meskipun disinyalir adanya kecurangan dalam proses jejak pendapat itu, namun pihak Indonesia tidak pernah mengajukan protes atas keputusan itu. Dengan hasil tersebut maka secara resmi Timor Timur berpisah dengan negara Republik indonesia dan berdiri sendiri sebagai negara merdeka.
             Satu-satunya isu besar yang tidak pernah diproses secara serius oleh Habibie adalah isu keempat, yaitu menyangkut mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya. Kasus korupsi di kalangan mereka nyaris tidak pernah terusik atau ditangani secara lamban. Bahkan Jaksa Agung yang ditunjuk dari Angkatan Darat, yaitu Andi Muhammad Ghalib dilaporkan oleh LSM Indonesian Corruption Watch telah menerima sejumlah besar uang dari Prajogo Pangestu dan The Nin King.
             Keengganan pemerintah Habibie mengadili Soeharto, kelambanan investigasi kasus menghilangnya aktivis-aktivis politik, kasus Trisakti, kerusuhan Mei 1998, dan kegagalan Habibie mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat telah mendorong munculnya tuntutan diadakannya Pemilu untuk menghentikan Habibie dan memilih kepemimpinan nasional yang baru.
             Walaupun masa persiapan tergolong singkat, pelaksanaan Pemilu 1999 dapat berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan, yaitu pada 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti sekitar 48 parpol. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) keluar sebagai pemenang dengan 153 kursi, disusul oleh Golkar 120 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 51 kursi, PPP 58 kusri, Partai Amanat Naional (PAN) 34 kursi (Kompas, 2 September 1999). Akan tetapi dalam pemilihan Presiden, melalui sidang umum MPR tanggal 1-21 Oktober 1999, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tidak berhasil memperoleh suara terbanyak, dikalahkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari PKB yang juga mendapat dukungan “Poros Tengah” (Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan, PPP, dan PAN).
       Hasil lengkap sidang umum MPR adalah sebagai berikut:
       a.    Prof.Dr. H. Amien Rais sebagai ketua MPR
       b.    Ir. H. akbar Tanjung sebagai Ketua DPR
       c.    K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia ke 4 dan Megawati sebagai
              wakil   Presiden RI ke 7
       d.    Mengeluarkan 9 Tap MPR, yaitu:
                   1.  Tap MPR No III/MPR/1999 tentang pertanggungjawaban Presiden RI
                         Prof. Dr. Ing.Baharuddin  Jusuf Habibie
                   2.  Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004
                   3.  Tap MPR No V/MPR/1999 tentang Jajak Pendapat di Timor Timur.
                   4.  Tap MPR No IX/MPR/1999 tentang penugasan Badan Pekerja MPR untuk melanjutkan amandemen UUD 1945.

2.    Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
             Dengan terpilihnya duet Abdurrahman Wahid – Megawati Soekarnoputri, maka secara legalitas telah lahir periode baru yaitu periode Reformasi. Pasangan ini sebenarnya merupakan pasangan yang sangat ideal bila dilihat dari aspek wawasan. Abdurrahman Wahid dari kalangan santri tradisional yang memiliki wawasan kebangsaan yang tidak diragukan lagi, sementara Megawati adalah seorang nasionalis yang juga memiliki wawasan Islam modern.
            Dalam menjalankan pemerintahan, Abdurrahman Wahid mengalami banyak persoalan yang harus diselesaikan sebagai warisan persoalan pada masa Orde Baru.
       Persoalan-persoalan itu antara lain adalah sebagai berikut :
  § Masalah KKN
  § Pemulihan ekonomi
  § Masalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional
  § Kinerja Badan Usaha Milik Negara
       Belum genap 100 hari berkuasa, pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dihadapkan pada persoalan-persoalan kebijakan yang dinilai banyak kalangan sangat kontroversial.
       Kebijakan tersebut antara lain :
  § Menerbitkan Keppres No. 06 Tahun 2006 mengenai pemulihan hak sipil penganut agama Konghuchu. Yang sebelumnya pada masa Orde Baru hanya ada lima agama yaitu : Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha
  § Melekuidasi Depatermen Sosial dan Depatermen Penerangan dengan alasan efisiensi dan perampingan Kabinet.
  § Keinginan untuk mencabut Tap MPRS No. XXXV/MPR/Tahun 1996 tentang larangan terhadap PKI dan penyebaran Maxisme-Leninisme
  § Pemberhentian Kapolri Jendral (Pol) Roesmanhadi yang dinilai tidak mampu mengatisipasi terjadinya pembakaran sekolah Kristen STT Doulus
  § Pemberhentian Kapuspen Hankam Mayjend TNI Sudrajat yang dilatar belakangi oleh pernyataannya bahwa Presiden bukan panglima tinggi TNI
  § Pemberhentian  Wiranto seagai Menko Polkam yang dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis antara Wiranto dengan Presiden Abdurrahman Wahid
  § Mengeluarkan pengumuman tentang adanya Menteri-menteri Kabinet Persatuan Nasional yang terlibat KKN
  § Menyetujui penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua dan bahkan menyetujui pengibaran bendera  Bintang Kejora sebagai Bendera Papua
       Dalam suasana pro dan kontra masyarakat atas kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid muncul kasus Buloggate (penyimpangan dana Yanatera Bulog) dan Bruneigate (penyimpangan dana bantuan Sultan Bolkiah dari Brunei) yang dianggap melibatkan Presiden. Meskipun dalam sidang Presiden Abdurrahman Wahid dinyatakan tidak bersalah, namun kedua kasus tersebut mampu menggoyahkan kedudukan Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Kasus inilah yang menyebabkan DPR RI secara resmi pada tanggal 1 Pebruari 2001 mengeluarkan memorandum, mengingatkan bahwa Presiden telah melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang sumpah jabatan, Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
             Abdurrahman Wahid menyatakan menerima memorandum itu sebagai kenyataan politik. Tetapi dia menolak isi memorandum itu yang dikatakan tidak memenuhi landasan konstitusional. Ia merasa tidak bersalah dalam kasus sumbangan Sultan Brunei, dan penyalahgunaan dana Yanatera Bulog.
             Wahid merasa diperlakukan tidak adil oleh DPR yang berupaya menjatuhkkan dirinya dengan alasan yang dibuat-buat.
                        Dua bulan kemudian DPR RI kembali mengirimkan memorandumnya yang kedua pada 30 April 2001. Selain itu DPR RI akan menggelar sidang istimewa MPR jika Presiden tidak mau menanggapi memorandum itu. Reaksi Abdurrahman Wahid kali ini cukup keras. Ia mengancam akan menerbitkan dekrit jika DPR RI meneruskan niatnya menggelar sidang istimewa MPR.
             Pada sidang paripurna MPR RI yang dipimpin Amien Rais, dibahas tentang penolakan Presiden Abdurrahman Wahid untuk menghadiri sidang istimewa MPR. Sebaliknya ia menawarkan kompromi kepada MPR. Namun karena sidang istimewa akan tetap digelar, maka Presiden Abdurrahman Wahid selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang, akhirnya menerbitkan maklumatnya tertanggal 21 Juli 2001 yang selanjutnya disebut Dekrit Presiden. Isi dekrit tersebut antara lain :
       1)    Membekukan MPR RI dan DPR RI
       2)    Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk Pemilu dalam waktu 1 tahun.
         Dalam kenyatannya Dekrit Presiden itu tidak dapat terlaksana karena TNI dan Polri yang diperintahkan untuk mengambil langkah-langkah “penyelamatan” Negara, ternyata tidak mau melaksanakan tugasnya. Sementara itu pada tanggal 23 Juli 2001, MPR RI menggelar sidang istimewanya dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas pertanggung jawaban Presiden Abdurrahman Wahid. Sidang itu sendiri menyatakan bahwa Dekrit Presiden itu tidak sah karena bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kuatan hukum (Kompas, 24 Juli 2001)
             Berdasarkan hasil pemandangan umum itu ditetapkan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid terbukti telah melanggar hukum. Oleh karena itu ia diberhentikan sebagai Presiden RI dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Perlu dicatat disini, pemilihan Megawati sebagai Presiden RI oleh para anggota MPR RI, merupakan pemilihan yang terakhir. Sebab dalam pemilu berikutnya yang digelar pada tahun 2004, baik anggota DPR maupun Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
   
3.    Masa Presiden Megawati Soekarno Putri
             Kabinet pimpinan Megawati Soekarno Putri dan hamzah Haz diberi nama Kabinet gotong ronyong, dengan tugas utamanya, meliputi:
       a.    Menjaga keutuhan NKRI
       b.    Memulihkan situasi dalam negeri
       c.    Normalisasi kepercayaan luar negeri, khususnya dengan negara-negara pemberi pinjaman
       d.    Menyelenggarakan Pemilu tahun 2004
             Selama Pemerintahan Megawati soekarno putri, kebijakan yang telah diambil adalah sebagai berikut:
       a.    Menurunkan laju inflasi sampai 10 %
       b.    Privatisasi BUMN
       c.    Menjual aset-aset negara melalui BPPN
       d.   Pemutusan kerja sama dengan IMF
       e.   Restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan
       f.          Meningkatkan pendapatan melalui pajak, cukai, dan kepabeanan.
       g.    Menciptakan suasana yang kondusif untuk unvestor
       h.   Meningkatkan ekspor
       i.     Mendorong usaha kecil dan menengah
       j.    Memaksimalkan sumberdaya laut
               Dalam pemilu yang digelar tahun 2004, terpilih pasangan Letnan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla  sebagai presiden dan wakil presiden RI yang baru. Dengan demikian, sejak jatuhnya Soeharto, pemilu sudah dua kali diselenggarakan. Akan tetapi kondisi ekonomi Indonesia masih tetap terpuruk.
       Demikian pula keluarga Soeharto, dengan pengecualian Tommy Soeharto, umumnya belum tersentuh hukum. Abdurrahman Wahid, tokoh Front Demokrasi yang awalnya cukup menjanjikan, tidak banyak melakukan perubahan, bahkan menimbulkan banyak kontroversi, sehingga akhirnya dia jatuh secara tidak mengenakkan. Demikian pula Megawati yang mengatakan akan menghapus KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih dan diharapkan akan menyeret Soeharto ke pengadilan, juga tidak menghasilkan apa-apa. Tinggallah harapan kepada presiden terpilih Letnan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan dua isu besar yang masih tersisa di era reformasi, termasuk masalah GAM, Papua, dan KKN.

B.  Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi
1.    Kondisi Sosial Masyarakat sejak Reformasi  
              Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan 1997, mengakibatkan kesulitan pada perusahaan swasta. Mereka tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang bahkan tuntutan gaji yang merupakan tuntutan penyesuaian kenaikan hargapun tidak dapat dipenuhi. Akhirnya mereka memilih memPHK para karyawannya, akibatnya:
       a.    Jumlah pengangguran di indonesia bertambah banyak, mencapai 40 juta orang.
       b.    Makin banyaknya tndakan-tindakan kriminal sebagai dampak dari banyaknya pengangguran.
       c.    Kesejahteraan masarakat menurun dan banyak anak putus sekolah karena orang tua mereka kena PHK
       d.    Terjadinya konflik sosial diberbagai daerah, antara lain:
              -    Kalimantan Barat
                   Konflik di wilayah ini melibatkan etnik Melayu, Dayak dan Madura, yang dipicu oleh tertangkapnya seorang pencuri (etnis Madura) di desa Parisetiya yang mayoritas beretnis dayak dan Melayu, yang akhirnya terjadi balas dendam yang dilakukan oleh etnis Madura dengan menyerang dan merusak desa Parisetya. Kejadian ini akhirnya menyebar keberbagai daerah di Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha mendamaikan konflik dengan cara mengajak tokoh masyarakat dari berbagai etnis membentuk forum komunikasi mayarakat Kalimantan Barat sehingga permasalahan dapat diselesaikan dengan jalan damai.
             -     Kalimantan Tengah
                    Konflik di wilayah ini melibatkan etnik Dayak dan Madura   yang dipicu oleh pertikaian antar  perorangan antaretnis yang kemudian mengakibatkan ribuan rumah dan ratusan nyawa melayang sia-sia. Masalah ini menimbulan terjadinya pengungsian etnis Madura ke kampung halamannya yang ternyata ditolak oleh masyarakat setempat mengingat kondisi wilayah yang tidak memungkinkan.Hingga saat ini pengungsi Sampit masih menjadi masalah bagi pemerintah.
             -     Sulawesi Tengah
                                    Konflik di wilayah ini dipicu oleh perkelaian antara Roy Luntu Bisalembah (beragam Kristen) dengan Ahmad Ridwan (beragama Islam) pada tanggal 26 Desember 1998 didekat Masjid Darrussalam. Perkelaian ini akhirnya merembet menjadi ketegangan antar umat beragama di Poso (Sulawesi Tengah). Konflik ini mengakibatkan ratusan rumah dan tempat ibadah hancur, bahkan ratusan nyawa melayang. Untuk mengatasi konflik ini pemerintah mengadakan pertemuan seperti pertemuan Malino, pada tanggal 19-20 Desember 2001.
             -     Maluku
                    Konflik di wilayah ini merupakan konflik agama, yang dipicu oleh terjadinya bentrokan antar warga Batumerah, Ambon dengan sopir ankutan Kota pada tanggal 19 Januari 1998. Tanpa diketahui dengan jelas faktor penyebabnya, kejadian ini menimbulkan isu dimasyarakat sehingga terjadi ketegangan antar warga, yang puncaknya terjadi kerusuhan masal dengan pembakaran Masjid Al Falah. Warga Islam yang tidak terima membalas dengan membakar dan merusak Gereja. Anehnya konflik ini berkembang menjadi gerakan separatis ditandai dengan sebagian warga Maluku, pada tanggal 25 April 2002 membentuk "Front Kedaulatan Maluku" dan mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan di beberapa tempat. Upaya penurunan bendera menimbulkan korban karena mereka gigih mempertahankan dan sampai sekarang konflik tersebut belum bisa teratasi.        
      
2.    Kondisi Ekonomi pada Masa Reformasi   
       Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan 1997, mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Hal ini ditandai dengan :
       a.    Nilai rupiah yamg masih bertahan di kisaran Rp 8.000 – Rp 9.000 per dollar AS
       b.    Kesejahteraan masarakat semakin merosot
       c.    Pengangguran semakin meluas
       d.    Investasi dari dalam dan luar negeri tidak berjalan sesuai harapa, bahkan banyak investor asing yang lari keluar negeri dengan alasan faktor keamanan yang kuranmg terjamin.
       e.    Pendapatan perkapita cenderung memburuk
       Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang semakin merosot, pemerintah melalui berbagai kebijaksanaannya, berusaha untuk:
       a.    Memperluas lapangan pekerjaan secara terus menerus melalui investasi dari dalam dan luar negeri
       b.    Penyediaan barang-barang kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
       c.    Penyediaan fasilitas umum, seperti: perumahan, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, alat transportasi/angkutan umum dengan harga yang terjangkau.
       d.    Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
       e.    Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau p
       Sedangkan untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang memburuk, pemerintah berusaha untuk:
       a.    Memperhatikan harga produk pertanian, yang pada masa Orde baru maupun krisis moneter kurang mendapat perhatian, sehingga kehidupan para petani rata-rata dalam keadaan miskin. Dengan meningkatnya pendapatan para petani diharapkan permintaan petani akan barang-baramg non pertanian meningkat, sehinga memberi semangat bagi pengusaha untuk mengembangkan usahanya  baik dalam bidang pertanian maupun non pertanian. Berkembangnya usaha tersebut akan  menambah peluang lapagan pekerjaan sehingga pengangguran dapat terkurangi.
       b.    Berusaha untuk keluar dari krisis dengan cara bertahap dengan membuat  skala prioritas, artinya hal mana yang hendaknya dilakukan terlebih dahulu sehingga Indonesia segera bisa keluar dari krisis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN UNGGULAN

KISI-KISI SEJARAH X SOAL AKM

  CONTOH KISI -KISI SOAL AKM KLS X  MATA PELAJARAN IPS SEJARAH TAHUN 2022-2023