Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998
1. Kronologi
terjadinya Reformasi.
- 13 Mei 1998, rakyat meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri.
- 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan surakarta.
- 15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G 15 di Kairo
-
15 Mei 1998 mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, pada saat itu ketua
DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden soeharto mengundurkan diri.
Hal ini berdampak terhadap merosotnya nilai rupiah sampai menjadi Rp. 15.000;/ dollar
DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden soeharto mengundurkan diri.
Hal ini berdampak terhadap merosotnya nilai rupiah sampai menjadi Rp. 15.000;/ dollar
- 21 mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada B.J Habibie
2. Tujuan Reformasi, meliputi:
a. Reformasi politik, bertujuan tercapainya
demokratisasi.
b. Reformasi ekonomi, bertujuan meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
c. Reformasi hukum, bertujuan tercapainya
keadilan atas seluruh masyarakat di wilayah Indonesia.
d.
Reformasi sosial, bertujuan
terwujudnya integrasi bangsa Indonesia.
3. Faktor
pendorong terjadinya Reformasi
a. Faktor politik, meliputi:
- adanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme),
dalam kehidupan pemerintahan.
- meresotnya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah, karena
pemerintah ORBA syarat dengan KKN
pemerintah ORBA syarat dengan KKN
- pemerintahan
Orba dibawah Soeharto bersifat otoriter tertutup.
- keinginan
terlaksananyademoratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- keinginan para
mahasiswa untuk mengadakan perubahan.
b. Faktor
ekonomi, meliputi :
- terjadinya
krisis nilai mata uang rupiah.
- naiknya
harga- harga kebutuhan masyarakat.
- sulitnya mendapatkan barang-barang
kebutuhan pokok.
c. Faktor sosial, antara lain :
- Terjadinya kerusuhan tanggal 13-14 Mei 1998
mengakibatkan lumpuhnya perekonomian
d. Faktor Hukum, anatara lain :
- belum
adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama diantara warga negara.
4. Agenda reformasi diberbagai bidang kehidupan,
meliputi :
a. Agenda Reformasi Politik, antara lain :
1. Reformasi di
bidang idiologi dan konstitusi.
2. Pemberdayaan DPR, MPR dan DPRD agar lembaga tersebut benar- benar melakukan
fungsi sebagai aspek kedaulatan rakyat, dengan langkah sebagai berikut:
- DPR harus dipilih melalui Pemilu yang benar-benar jurdil
- perlu diadakan perubahan tatib DPR yang dapat menghambat kinerjanya
- diadakan pemisahan anatara jabatan ketua MPR dan DPR.
3. Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet, meliputi:
- menghapus kewenangan khusus Presiden yang berbentuk Kepres dan Inpres.
- membatasi penggunaan hak prerogatif.
- menyusun kode etik kepresidenan.
4. Memperdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat dengan
mengembangkan sistem multi partai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
5. Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan provesional yang
tidak memihak.
6. Mereformasi militer dan dwi fungsi ABRI mengarah pada pengurangan peran sosial dan
politik secara bertahap sehingga hilang sama sekali. Dengan demikian lemabaga ini dapat
konsentrasi dalam bidang hankam.
7. Sistem pemerintah daerah, berusaha memperdayakan otonomi daerah dengan azas
desentralisasi.
2. Pemberdayaan DPR, MPR dan DPRD agar lembaga tersebut benar- benar melakukan
fungsi sebagai aspek kedaulatan rakyat, dengan langkah sebagai berikut:
- DPR harus dipilih melalui Pemilu yang benar-benar jurdil
- perlu diadakan perubahan tatib DPR yang dapat menghambat kinerjanya
- diadakan pemisahan anatara jabatan ketua MPR dan DPR.
3. Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet, meliputi:
- menghapus kewenangan khusus Presiden yang berbentuk Kepres dan Inpres.
- membatasi penggunaan hak prerogatif.
- menyusun kode etik kepresidenan.
4. Memperdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat dengan
mengembangkan sistem multi partai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
5. Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan provesional yang
tidak memihak.
6. Mereformasi militer dan dwi fungsi ABRI mengarah pada pengurangan peran sosial dan
politik secara bertahap sehingga hilang sama sekali. Dengan demikian lemabaga ini dapat
konsentrasi dalam bidang hankam.
7. Sistem pemerintah daerah, berusaha memperdayakan otonomi daerah dengan azas
desentralisasi.
b. Agenda Reformasi dibidang ekonomi, meliputi:
1. penyehatan per bankan, perdagangan, koperasi dan pinjaman luar
negeri untuk perbaikan
ekonomi
ekonomi
2. penghapusan monopoli dan oligopoli.
3. mencari solusi konstruktif untuk mengatasi utang
luar negeri.
c. Agenda Reformasi dibidang Hukum, meliputi:
1.
Terciptanya keadilan atas dasar HAM.
2. Dibentuknya
peraturan perundangan yang sesuai dengan tuntutan Reformasi, seperti: UU
kepailitan (bidang ekonomi), dihapuskannya UU subversi, dilepaskannya tapol-napol (
sesuai dengan semangat HAM)
kepailitan (bidang ekonomi), dihapuskannya UU subversi, dilepaskannya tapol-napol (
sesuai dengan semangat HAM)
d. Agenda Reformasi dibidang Pendidikan
Ditujukan
pada peninjauan kembali kurikulum minimal setiap lima tahunan
5. Hambatan pelaksanaan Reformasi Politik
a. Hambatan
kultural, yaitu penggantian Soeharto kepada B J Habibie tidak diikuti oleh
pergantian rezim yang berarti seperti: anggota kabinet, gubernur, birokrasi
sipil, kompisisi anggota MPR/DPR masih sama seperti pada masa ORBA
b. Hambatan Legitimasi, yaitu naiknya BJ Habibie
sebagai presiden RI bukan merupakan hasil
Pemilu
Pemilu
c. Hambatan
Struktural, yaitu krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berakibat semakin
banyak rakyat miskin.
d. Munculnya berbagai
tuntutan otonomi daerah yang kalau tidak ditangani secara baik akan
mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
e. Adanya kesan kurang
sungguh-sungguh dalam menegakkan hukum terhadap praktek
penyimpangan dibidang politik dan ekonomi rezim lama seperti praktek KKN
penyimpangan dibidang politik dan ekonomi rezim lama seperti praktek KKN
f.
Terkotak-kotaknya elite politik sehingga dibutuhkan kesadaran untuk
bersama-sama
menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.
menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.
Masa Pemerintahan
Presiden B.J. Habibie
Ketika
Habibie menggantikan kedudukan Soeharto sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998,
ada
lima isu besar yang harus dihadapinya, yaitu:
lima isu besar yang harus dihadapinya, yaitu:
1) Masa depan reformasi
2) Masa depan ABRI dengan dwifungsinya
3) Masa depan daerah-daerah yang ingin
melepaskan diri dari NKRI
4) Masa depan mantan Presidan Soeharto,
keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya,
5) Masa depan perekonomian dan kesejahteraan
rakyat (Ricklefs, 2005: 655-656).
Dalam beberapa
kesempatan Habibie menegaskan komitmennya untuk melakukan reformasi di bidang
politik, hukum, dan ekonomi (Kompas, 22 Mei 2004). Akan tetapi, kalangan
mahasiswa menilai Habibie tidak cocok untuk memimpin reformasi mengingat
kedekatannya dengan Soeharto. Selain itu banyak pula para pengamat dan pelaku
politik yang menilai Habibie sebagai kepanjangan tangan mantan Presiden
Soeharto (Kompas, 26 Mei 1998). Apalagi proses pemindahan kekuasaan itu juga
banyak dinilai tidak konstitusional.oleh karena itu aksi-aksi demonstrasi yang
menuntut reformasi terus berlanjut, ditambah dengan tuntutan agar segera
diadakan pemilu dan mengadili keluarga Soeharto.
Gerakan
reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Orba disambut dengan penuh antusias
oleh insan pers, yang selama pemerintahan Orba mendapat tekanan yang cukup
kuat. Seringkali suatu penerbitan ditutup atau dicabut izin terbitnya karena
dinilai salah menilai kebijakan pemerintah, atau menyinggung sisi gelap pejabat
dan keluarganya yang sedang berkuasa. Kebebasan pers di era reformasi itu
semakin terasa karena pemerintahan Habibie berupaya pula untuk memberi
kebebasan yang lebih luas, serta tidak lagi menganggap pers sebagai musuh. Pers
dipandang sebagai mitra yang memberikan masukan atau sebagai penyambung lidah
rakyat yang luput dari perhatian pemerintah (Anhar Gonggong d.k.k, 2005:207).
Walaupun secara
konstitusional masa jabatan Habibie berlangsung sampai tahun 2003, tetapi
karena lemahnya mandat politik, ia harus bekerja keras memperkuat legitimasi
politik pemerintahannya. Salah satu cara untuk memperkuat legitimasi
pemerintahannya, tiada lain adalah pemilu yang dituntut oleh masyarakat waktu
itu. Tentu saja pemilu di era reformasi bukanlah pemilu seperti pada masa rezim
Orba yang dibatasi hanya ada tiga kontestan. Untuk tujuan itu maka Habibie
membentuk satu tim yang bertugas untuk menyusun seperangkat undang-undang
pemilu yang akan diajukan ke DPR. Sejalan dengan itu, MPR pun mulai
mempersiapkan diri untuk menggelar sidang istimewa.
Menjelang
digelarnya sidang istimewa MPR, empat orang tokoh, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), Sri Sultan Hamengkubuwono X, Amien Rais, dan Megawati Soekarnoputri,
dipertemukan oleh para mahasiswa di rumah Gus Dur di Ciganjur. Keempat tokoh
itu sepakat untuk mendesak Habibie agar menetapkan waktu pemilihan presiden
pada tahun 1999.
Semantara itu, di
tengah maraknya demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap
legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 November 1998 MPR menyelenggarakan
sidang istimewa. Sidang tersebut menghasilkan beberapa ketetapan, antara lain :
1. Terbentuknya kesempatan untuk mengamandemen
UUD1945 tanpa melalui referendum (Tap MPR no VIII/MPR/1998)
2. Pencabutan keputusan P4 sebagai mata
pelajaran wajib (Tap MPR No. XVIII/MPR/1998)
3. Jabatan presiden dan wakilnya dibatasi sampai dua masa tugas (Tap
MPR No. XIII/MPR/1998)
4. Agenda politik meliputi pemilu, ketentuan
untuk memeriksa kekuasaan pemerintah, pengawasan
yang baik dan perubahan
terhadap Dwifungsi ABRI.
5. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
manusia, mendorong kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan pers, kebebasan
berserikat, dan pembebasan tapol/napol.
6. Tap MPR No XV tentang otonomi Daerah
7. Tap MPR No X/MPR/1998, tentang pokok-pokok
Reformasi Pembangunan
8. Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN
Hasil sidang istimewa
itu ternyata tidak cukup memuaskan, karena dianggap masih memperpertahankan
kursi ABRI di DPR. Oleh karena itu pada
13 November 1998, para mahasiswa pun menggelar aksi demonstrasi menuntut
dibatalkannya hasil sidang istemewa tersebut. Konflik antara para petugas
keamanan dan para mahasiswa akhirnya tidak dapat dihindari. Enam orang
mahasiswa tewas dalam konflik itu, yang kemudian dikenal nama “Peristiwa
Semanggi” (Tempo edisi khusus reformasi, 2003:31).
Habibie memulai
masa jabatannya dengan reputasi yang membuat tidak percaya oleh aktivitas
mahasiswa , militer, sayap politik utama, pemerintah asing, investor luar negeri,
dan perusahaan internasional. Reputasi itu ditambah pula dengan krisis
multidimensial yang cukup parah, sehinga capaian Habibie dinilai oleh para
pengamat politik dan sejarah sebagai suatu prestasi yang tergolong luar biasa
(Ricklefs, 2005:656).
Dalam jangka
waktu tujuh belas bulan pemerintahannya, tiga dari kelima isu yang dihadapinya
dapat diselesaikannya relatif baik. Isu pertama yaitu masa depan reformasi
menunjukkan arah yang positif. Isu kedua masalah peranan militer dalam politik
juga mengarah kepada yang positif pula. Di bawah Panglima ABRI Jenderal
Wiranto, ABRI membuat “Paradigma Baru ABRI” melalui redefinisi dwifungsi dan
reposisi ABRI seperti yang dituntut para aktivis mahasiswa. Pada 1 April 1999
memberlakukan kebijakan yang isinya antara lain :
1. Pemisahan Polri dengan ABRI (TNI)
2. Perubahan staf sosial politik menjadi staf
teritorial
3. Likuidasi staf karyawan ABRI, Kantibmas
ABRI, dan Badan Pembinaan Karyawan ABRI
4. Pengurangan Fraksi ABRI di DPR dan DPRD I/II
5. Pemutusan hubungan organisator dengan Golkar
dan mengambil jarak yang sama dengan parpol lain.
Isu
ketiga, yaitu masalah Timor-Timur, Habibie berhasil mengatasinya dengan cara
yang kurang populer di kalangan ABRI, yaitu dengan memberikan dua opsi (pilihan)
terhadap masarakat Timor Timur untuk menentukan nasibnya snediri, apakah akan
memisahkan diri dari negara Republik Indonesia ataukah menerima otonomi luas.
Tindakan Habibie ini direspon positif oleh PBB dan kemudian diadakan
perundingan di New York Amerika serikat tanggal 5 Mei 1999 yang menghasilkan
kesepakatan tripartit antara Indonesia, Portugal dan PBB. Pada perundingan
inilah jajak pendapat diputuskan.
Jajak pendapat
yang diawasi oleh Komisi PBB, United Nation Mission in East Timor
(UNAMET) dilaksanakan pada tanggal 30 agustus 199 dengan hasil 78,5% rakyat Timor-Timur memilih merdeka dan
terpisah dari NKRI dan 21,5 % Pro integrasi. Meskipun disinyalir adanya
kecurangan dalam proses jejak pendapat itu, namun pihak Indonesia tidak pernah
mengajukan protes atas keputusan itu. Dengan hasil tersebut maka secara resmi
Timor Timur berpisah dengan negara Republik indonesia dan berdiri sendiri
sebagai negara merdeka.
Satu-satunya isu
besar yang tidak pernah diproses secara serius oleh Habibie adalah isu keempat,
yaitu menyangkut mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya. Kasus korupsi
di kalangan mereka nyaris tidak pernah terusik atau ditangani secara lamban.
Bahkan Jaksa Agung yang ditunjuk dari Angkatan Darat, yaitu Andi Muhammad
Ghalib dilaporkan oleh LSM Indonesian Corruption Watch telah menerima sejumlah
besar uang dari Prajogo Pangestu dan The Nin King.
Keengganan
pemerintah Habibie mengadili Soeharto, kelambanan investigasi kasus
menghilangnya aktivis-aktivis politik, kasus Trisakti, kerusuhan Mei 1998, dan
kegagalan Habibie mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat telah mendorong
munculnya tuntutan diadakannya Pemilu untuk menghentikan Habibie dan memilih
kepemimpinan nasional yang baru.
Walaupun masa
persiapan tergolong singkat, pelaksanaan Pemilu 1999 dapat berjalan sesuai
dengan yang dijadwalkan, yaitu pada 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti sekitar 48
parpol. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) keluar sebagai pemenang
dengan 153 kursi, disusul oleh Golkar 120 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB) 51 kursi, PPP 58 kusri, Partai Amanat Naional (PAN) 34 kursi (Kompas, 2
September 1999). Akan tetapi dalam pemilihan Presiden, melalui sidang umum MPR
tanggal 1-21 Oktober 1999, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tidak
berhasil memperoleh suara terbanyak, dikalahkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) dari PKB yang juga mendapat dukungan “Poros Tengah” (Partai Bulan Bintang,
Partai Keadilan, PPP, dan PAN).
Hasil lengkap sidang
umum MPR adalah sebagai berikut:
a. Prof.Dr. H. Amien Rais sebagai ketua MPR
b. Ir. H.
akbar Tanjung sebagai Ketua DPR
c. K.H.
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia ke 4 dan Megawati sebagai
wakil Presiden RI ke 7
wakil Presiden RI ke 7
d. Mengeluarkan
9 Tap MPR, yaitu:
1. Tap MPR No III/MPR/1999
tentang pertanggungjawaban Presiden RI
Prof. Dr. Ing.Baharuddin Jusuf Habibie
Prof. Dr. Ing.Baharuddin Jusuf Habibie
2.
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004
3. Tap
MPR No V/MPR/1999 tentang Jajak Pendapat di Timor Timur.
4. Tap
MPR No IX/MPR/1999 tentang penugasan Badan Pekerja MPR untuk melanjutkan
amandemen UUD 1945.
2. Masa Pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid
Dengan
terpilihnya duet Abdurrahman Wahid – Megawati Soekarnoputri, maka secara legalitas
telah lahir periode baru yaitu periode Reformasi. Pasangan ini sebenarnya
merupakan pasangan yang sangat ideal bila dilihat dari aspek wawasan.
Abdurrahman Wahid dari kalangan santri tradisional yang memiliki wawasan
kebangsaan yang tidak diragukan lagi, sementara Megawati adalah seorang
nasionalis yang juga memiliki wawasan Islam modern.
Dalam
menjalankan pemerintahan, Abdurrahman Wahid mengalami banyak persoalan yang
harus diselesaikan sebagai warisan persoalan pada masa Orde Baru.
Persoalan-persoalan
itu antara lain adalah sebagai berikut :
§ Masalah KKN
§ Pemulihan ekonomi
§ Masalah Badan Penyehatan
Perbankan Nasional
§ Kinerja Badan Usaha Milik
Negara
Belum genap 100 hari
berkuasa, pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dihadapkan pada
persoalan-persoalan kebijakan yang dinilai banyak kalangan sangat
kontroversial.
Kebijakan tersebut
antara lain :
§ Menerbitkan Keppres No. 06
Tahun 2006 mengenai pemulihan hak sipil penganut agama Konghuchu. Yang
sebelumnya pada masa Orde Baru hanya ada lima agama yaitu : Islam, Kristen,
Katolik, Hindu dan Budha
§ Melekuidasi Depatermen
Sosial dan Depatermen Penerangan dengan alasan efisiensi dan perampingan
Kabinet.
§ Keinginan untuk mencabut Tap
MPRS No. XXXV/MPR/Tahun 1996 tentang larangan terhadap PKI dan penyebaran
Maxisme-Leninisme
§ Pemberhentian Kapolri
Jendral (Pol) Roesmanhadi yang dinilai tidak mampu mengatisipasi terjadinya
pembakaran sekolah Kristen STT Doulus
§ Pemberhentian Kapuspen
Hankam Mayjend TNI Sudrajat yang dilatar belakangi oleh pernyataannya bahwa
Presiden bukan panglima tinggi TNI
§ Pemberhentian Wiranto seagai Menko Polkam yang
dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis antara Wiranto dengan
Presiden Abdurrahman Wahid
§ Mengeluarkan pengumuman
tentang adanya Menteri-menteri Kabinet Persatuan Nasional yang terlibat KKN
§ Menyetujui penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua dan bahkan
menyetujui pengibaran bendera Bintang
Kejora sebagai Bendera Papua
Dalam suasana pro dan
kontra masyarakat atas kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid muncul kasus
Buloggate (penyimpangan dana Yanatera Bulog) dan Bruneigate (penyimpangan dana
bantuan Sultan Bolkiah dari Brunei) yang dianggap melibatkan Presiden. Meskipun
dalam sidang Presiden Abdurrahman Wahid dinyatakan tidak bersalah, namun kedua
kasus tersebut mampu menggoyahkan kedudukan Abdurrahman Wahid sebagai presiden.
Kasus inilah yang menyebabkan DPR RI secara resmi pada tanggal 1 Pebruari 2001
mengeluarkan memorandum, mengingatkan bahwa Presiden telah melanggar UUD 1945
Pasal 9 tentang sumpah jabatan, Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas KKN.
Abdurrahman
Wahid menyatakan menerima memorandum itu sebagai kenyataan politik. Tetapi dia
menolak isi memorandum itu yang dikatakan tidak memenuhi landasan
konstitusional. Ia merasa tidak bersalah dalam kasus sumbangan Sultan Brunei,
dan penyalahgunaan dana Yanatera Bulog.
Wahid merasa
diperlakukan tidak adil oleh DPR yang berupaya menjatuhkkan dirinya dengan
alasan yang dibuat-buat.
Dua
bulan kemudian DPR RI kembali mengirimkan memorandumnya yang kedua pada 30
April 2001. Selain itu DPR RI akan menggelar sidang istimewa MPR jika Presiden
tidak mau menanggapi memorandum itu. Reaksi Abdurrahman Wahid kali ini cukup
keras. Ia mengancam akan menerbitkan dekrit jika DPR RI meneruskan niatnya menggelar
sidang istimewa MPR.
Pada sidang
paripurna MPR RI yang dipimpin Amien Rais, dibahas tentang penolakan Presiden
Abdurrahman Wahid untuk menghadiri sidang istimewa MPR. Sebaliknya ia
menawarkan kompromi kepada MPR. Namun karena sidang istimewa akan tetap
digelar, maka Presiden Abdurrahman Wahid selaku Panglima Tertinggi Angkatan
Perang, akhirnya menerbitkan maklumatnya tertanggal 21 Juli 2001 yang
selanjutnya disebut Dekrit Presiden. Isi dekrit tersebut antara lain :
1) Membekukan MPR RI dan DPR RI
2) Mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang
diperlukan untuk Pemilu dalam waktu 1 tahun.
Dalam kenyatannya
Dekrit Presiden itu tidak dapat terlaksana karena TNI dan Polri yang
diperintahkan untuk mengambil langkah-langkah “penyelamatan” Negara, ternyata
tidak mau melaksanakan tugasnya. Sementara itu pada tanggal 23 Juli 2001, MPR
RI menggelar sidang istimewanya dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi
atas pertanggung jawaban Presiden Abdurrahman Wahid. Sidang itu sendiri
menyatakan bahwa Dekrit Presiden itu tidak sah karena bertentangan dengan hukum
dan tidak mempunyai kuatan hukum (Kompas, 24 Juli 2001)
Berdasarkan
hasil pemandangan umum itu ditetapkan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid terbukti
telah melanggar hukum. Oleh karena itu ia diberhentikan sebagai Presiden RI dan
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Perlu dicatat disini, pemilihan
Megawati sebagai Presiden RI oleh para anggota MPR RI, merupakan pemilihan yang
terakhir. Sebab dalam pemilu berikutnya yang digelar pada tahun 2004, baik
anggota DPR maupun Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
3. Masa Presiden Megawati Soekarno Putri
Kabinet pimpinan
Megawati Soekarno Putri dan hamzah Haz diberi nama Kabinet gotong ronyong,
dengan tugas utamanya, meliputi:
a. Menjaga keutuhan NKRI
b. Memulihkan situasi dalam negeri
c. Normalisasi kepercayaan
luar negeri, khususnya dengan negara-negara pemberi pinjaman
d. Menyelenggarakan Pemilu
tahun 2004
Selama
Pemerintahan Megawati soekarno putri, kebijakan yang telah diambil adalah
sebagai berikut:
a. Menurunkan laju inflasi
sampai 10 %
b. Privatisasi BUMN
c. Menjual aset-aset negara
melalui BPPN
d. Pemutusan
kerja sama dengan IMF
e. Restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan
f. Meningkatkan pendapatan melalui pajak, cukai, dan kepabeanan.
g. Menciptakan suasana yang
kondusif untuk unvestor
h. Meningkatkan ekspor
i. Mendorong usaha kecil
dan menengah
j. Memaksimalkan
sumberdaya laut
Dalam pemilu yang digelar tahun
2004, terpilih pasangan Letnan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil
presiden RI yang baru. Dengan demikian, sejak jatuhnya Soeharto, pemilu sudah
dua kali diselenggarakan. Akan tetapi kondisi ekonomi Indonesia masih tetap
terpuruk.
Demikian
pula keluarga Soeharto, dengan pengecualian Tommy Soeharto, umumnya belum
tersentuh hukum. Abdurrahman Wahid, tokoh Front Demokrasi yang awalnya cukup
menjanjikan, tidak banyak melakukan perubahan, bahkan menimbulkan banyak
kontroversi, sehingga akhirnya dia jatuh secara tidak mengenakkan. Demikian
pula Megawati yang mengatakan akan menghapus KKN dan membentuk pemerintahan
yang bersih dan diharapkan akan menyeret Soeharto ke pengadilan, juga tidak
menghasilkan apa-apa. Tinggallah harapan kepada presiden terpilih Letnan
Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan dua isu besar yang
masih tersisa di era reformasi, termasuk masalah GAM, Papua, dan KKN.
B. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi
1. Kondisi Sosial Masyarakat sejak Reformasi
Krisis moneter yang terjadi
pada pertengahan 1997, mengakibatkan kesulitan pada perusahaan swasta. Mereka
tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang bahkan tuntutan gaji
yang merupakan tuntutan penyesuaian kenaikan hargapun tidak dapat dipenuhi.
Akhirnya mereka memilih memPHK para karyawannya, akibatnya:
a. Jumlah pengangguran di indonesia bertambah
banyak, mencapai 40 juta orang.
b. Makin banyaknya tndakan-tindakan kriminal
sebagai dampak dari banyaknya pengangguran.
c. Kesejahteraan masarakat menurun dan banyak
anak putus sekolah karena orang tua mereka kena PHK
d. Terjadinya konflik sosial diberbagai daerah,
antara lain:
- Kalimantan
Barat
Konflik
di wilayah ini melibatkan etnik Melayu, Dayak dan Madura, yang dipicu oleh
tertangkapnya seorang pencuri (etnis Madura) di desa Parisetiya yang mayoritas
beretnis dayak dan Melayu, yang akhirnya terjadi balas dendam yang dilakukan
oleh etnis Madura dengan menyerang dan merusak desa Parisetya. Kejadian ini akhirnya
menyebar keberbagai daerah di Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha mendamaikan
konflik dengan cara mengajak tokoh masyarakat dari berbagai etnis membentuk
forum komunikasi mayarakat Kalimantan Barat sehingga permasalahan dapat
diselesaikan dengan jalan damai.
- Kalimantan
Tengah
Konflik di
wilayah ini melibatkan etnik Dayak dan Madura
yang dipicu oleh pertikaian antar
perorangan antaretnis yang kemudian mengakibatkan ribuan rumah dan
ratusan nyawa melayang sia-sia. Masalah ini menimbulan terjadinya pengungsian
etnis Madura ke kampung halamannya yang ternyata ditolak oleh masyarakat
setempat mengingat kondisi wilayah yang tidak memungkinkan.Hingga saat ini
pengungsi Sampit masih menjadi masalah bagi pemerintah.
- Sulawesi Tengah
Konflik di wilayah ini dipicu oleh perkelaian antara Roy Luntu
Bisalembah (beragam Kristen) dengan Ahmad Ridwan (beragama Islam) pada tanggal
26 Desember 1998 didekat Masjid Darrussalam. Perkelaian ini akhirnya merembet
menjadi ketegangan antar umat beragama di Poso (Sulawesi Tengah). Konflik ini
mengakibatkan ratusan rumah dan tempat ibadah hancur, bahkan ratusan nyawa
melayang. Untuk mengatasi konflik ini pemerintah mengadakan pertemuan seperti
pertemuan Malino, pada tanggal 19-20 Desember 2001.
- Maluku
Konflik di wilayah ini merupakan konflik
agama, yang dipicu oleh terjadinya bentrokan antar warga Batumerah, Ambon
dengan sopir ankutan Kota pada tanggal 19 Januari 1998. Tanpa diketahui dengan
jelas faktor penyebabnya, kejadian ini menimbulkan isu dimasyarakat sehingga
terjadi ketegangan antar warga, yang puncaknya terjadi kerusuhan masal dengan
pembakaran Masjid Al Falah. Warga Islam yang tidak terima membalas dengan membakar
dan merusak Gereja. Anehnya konflik ini berkembang menjadi gerakan separatis
ditandai dengan sebagian warga Maluku, pada tanggal 25 April 2002 membentuk "Front
Kedaulatan Maluku" dan mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan di
beberapa tempat. Upaya penurunan bendera menimbulkan korban karena mereka gigih
mempertahankan dan sampai sekarang konflik tersebut belum bisa teratasi.
2. Kondisi Ekonomi pada
Masa Reformasi
Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan
1997, mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Hal ini
ditandai dengan :
a. Nilai rupiah yamg masih bertahan di kisaran
Rp 8.000 – Rp 9.000 per dollar AS
b. Kesejahteraan masarakat semakin merosot
c. Pengangguran semakin meluas
d. Investasi dari dalam dan luar negeri tidak
berjalan sesuai harapa, bahkan banyak investor asing yang lari keluar negeri
dengan alasan faktor keamanan yang kuranmg terjamin.
e. Pendapatan
perkapita cenderung memburuk
Untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang semakin merosot, pemerintah melalui berbagai
kebijaksanaannya, berusaha untuk:
a. Memperluas lapangan pekerjaan secara terus
menerus melalui investasi dari dalam dan luar negeri
b. Penyediaan barang-barang kebutuhan pokok
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat.
c. Penyediaan fasilitas umum, seperti:
perumahan, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, alat
transportasi/angkutan umum dengan harga yang terjangkau.
d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku
untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
e. Penyediaan
klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau p
Sedangkan
untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang memburuk, pemerintah berusaha untuk:
a. Memperhatikan harga produk pertanian, yang
pada masa Orde baru maupun krisis moneter kurang mendapat perhatian, sehingga
kehidupan para petani rata-rata dalam keadaan miskin. Dengan meningkatnya
pendapatan para petani diharapkan permintaan petani akan barang-baramg non
pertanian meningkat, sehinga memberi semangat bagi pengusaha untuk
mengembangkan usahanya baik dalam bidang
pertanian maupun non pertanian. Berkembangnya usaha tersebut akan menambah peluang lapagan pekerjaan sehingga
pengangguran dapat terkurangi.
b. Berusaha untuk keluar dari krisis
dengan cara bertahap dengan membuat
skala prioritas, artinya hal mana yang hendaknya dilakukan terlebih
dahulu sehingga Indonesia segera bisa keluar dari krisis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar