Pages

Selasa, 20 Oktober 2020

PROSES LAHIRNYA SUPERSEMAR DAN TINDAK LANJUTNYA

 Pada  tanggal  11  Maret  1966 di Istana  Negara  diadakan  Sidang  Kabinet Dwikora  yang  telah  disempurnakan yang  dipimpin  langsung  oleh  Presiden Soekarno dengan   tujuan  untuk  mencari  jalan  keluar  terbaik  agar  dapat menyelesaikan   krisis yang  memuncak secara  bijak. Ketika  sidang  tengah berlangsung, ajudan  presiden  melaporkan bahwa  di sekitar  istana  terdapat pasukan  yang  tidak dikenal.  Untuk  menghindari segala  sesuatu  yang  tidak diinginkan,  maka  Presiden  Soekarno menyerahkan pimpinan  sidang  kepada Waperdam II  (Wakil Perdana  Menteri  II)  Dr J.  Laimena.  Dengan  helikopter, Presiden  Soekarno didampingi  Waperdam I, Dr Subandrio,  dan Waperdam II Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Seusai sidang kabinet, Dr J. Laimena pun menyusul ke Bogor.

Tiga orang  perwira tinggi yaitu Mayor Jenderal  Basuki Rakhmat,  Brigadir Jenderal  M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal  Amir Machmud menghadap Letnan Jenderal  Soeharto selaku  Menteri  Panglima  Angkatan  Darat  dan  Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk minta  izin akan  menghadap presiden.  Pada  hari itu juga, tiga orang  perwira tinggi sepakat  untuk  menghadap Presiden  Soekarno di Istana  Bogor  dengan tujuan untuk meyakinkan  kepada  Presiden  Soekarno bahwa  ABRI khususnya AD tetap  siap siaga mengatasi  keadaan. Di Istana Bogor Presiden   Soekarno didampingi Dr Subandrio, Dr J. Laimena, dan Chaerul Saleh serta ketiga perwira tinggi tersebut  melaporkan situasi di ibukota Jakarta. Mereka juga memohon agar  Presiden  Soekarno mengambil  tindakan  untuk  mengatasi   keadaan. Kemudian presiden mengeluarkan surat perintah  yang ditujukan kepada Letnan Jenderal  Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan  Darat untuk mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan  bangsa dan negara  Republik Indonesia.  Adapun yang merumuskan surat  perintah  tersebut  adalah  ketiga perwira  tinggi, yaitu Mayor  Jenderal  Basuki Rakhmat,  Brigadir  Jenderal  M. Yusuf, dan  Brigadir Jenderal Amir Machmud bersama Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan Pengawal  Presiden  Cakrabirawa. Surat  itulah yang kemudian  dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.


Baca juga:  soal pilihan ganda pendudukan Jepang bag 2 dan jawabannya   dan soal pilihan ganda pendudukan jepang dan jawabannya bag 3


Tindak Lanjut Supersemar

Sebagai  tindak  lanjut keluarnya  Surat  Perintah  11  Maret  1966, Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar segera mengambil tindakan untuk  menata  kembali  kehidupan  bermasyarakat, berbangsa, dan  bernegara sesuai dengan  Pancasila  dan UUD 1945, yaitu sebagai berikut.

a. Tanggal 12  Maret  1966, dikeluarkanlah  surat  keputusan   yang  berisi pembubaran dan larangan PKI beserta ormas-ormasnya yang bernaung  dan berlindung atau senada dengannya, beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tangal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran  PKI beserta  ormas-ormasnya mendapat  sambutan   dan dukungan  dari seluruh rakyat karena  merupakan salah satu realisasi dari Tritura.

b. Tanggal 18 Maret 1966 pengemban Supersemar mengamankan 15 orang menteri yang  dinilai tersangkut  dalam  G 30  S/PKI  dan  diragukan  etika baiknya yang   dituangkan  dalam  Keputusan  Presiden  No.  5 Tanggal  18 Maret 1966.

c. Tanggal 27  Maret pengemban Supersemar membentuk Kabinet Dwikora yang disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang duduk di dalam kabinet ini adalah mereka  yang jelas tidak terlibat dalam G 30  S/PKI.

d. Membersihkan lembaga legislatif dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan  DPRGR  yang  diduga  terlibat  G  30  S/PKI.  Sebagai  tindak  lanjut kemudian  dibentuk  pimpinan  DPRGR  dan  MPRS yang  baru.  Pimpinan DPRGR baru memberhentikan 62  orang  anggota  DPRGR yang mewakili PKI dan ormas-ormasnya.

e. Memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan  DPRGR  tidak lagi diberi kedudukan  sebagai  menteri.  MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G 30 S/PKI.  Seperti halnya dengan  DPRGR, keanggotaan PKI dalam  MPRS  dinyatakan  gugur.  Sesuai  dengan  UUD 1945, MPRS mempunyai  kedudukan  yang lebih tinggi daripada  lembaga kepresidenan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN UNGGULAN

KISI-KISI SEJARAH X SOAL AKM

  CONTOH KISI -KISI SOAL AKM KLS X  MATA PELAJARAN IPS SEJARAH TAHUN 2022-2023