Pages

Sabtu, 17 Oktober 2020

REFOLUSI HIJAU, PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, KEUNTUNGAN,KERUGIAN, DAN PENGARUHNYA PADA PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI (Part II)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam sektor pertanian di Indonesia  tidak lepas dari perkembangan sektor industri pertanian itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi pertanian di dunia  ditandai dengan  munculnya Revolusi Hijau

1.1 Revolusi Hijau

Munculnya beberapa teknik pertanian pada  abad  ke-17  dan  abad  ke-18 dapat dilacak dari jenis tanaman baru dan beberapa perubahan ekonomi.  Pada masa  sekarang  ini di negara yang  maju  dan  sedang  berkembang terjadi perbedaan makin besar dalam taraf hidup masyarakatnya. Hal ini disebabkan perbedaan antara  efisiensi teknologi pertanian dan kenaikan jumlah penduduk.

Perubahan-perubahan di bidang pertanian sebenarnya telah berkali-kali terjadi dalam  sejarah kehidupan  manusia  yang biasa dikenal dengan  istilah revolusi. Perubahan dalam  bidang  pertanian itu dapat  berupa  peralatan pertanian, perubahan rotasi  tanaman, dan  perubahan sistem  pengairan. Usaha  ini ada yang cepat  dan   lambat.  Usaha  yang cepat  inilah disebut revolusi, yaitu peru- bahan  secara  cepat  menyangkut  masalah  pembaruan teknologi pertanian dan peningkatan produksi  pertanian, baik secara  kuantitatif  maupun  kualitatif. Revolusi Hijau merupakan bagian dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian pada  abad sekarang  ini.

Pengertian Refolusi Hijau

Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional  ke cara  modern.  Revolusi Hijau ditandai  dengan  makin berkurangnya ketergantungan petani  pada cuaca dan alam, digantikan dengan peran  ilmu pengetahuan dan  teknologi  dalam  upaya  meningkatkan produksi pangan. Revolusi Hijau sering disebut juga Revolusi Agraria. Pengertian agraria meliputi bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.

Latar belakang munculnya refolusi hijau

Lahirnya  Revolusi Hijau melalui proses  panjang  dan  akhirnya  meluas  ke wilayah Asia dan  Afrika. Revolusi Hijau mulai mendapat perhatian setelah Thomas  Robert  Malthus  (1766–1834) mulai melakukan  penelitian  dan  memaparkan hasilnya.  Malthus menyatakan bahwa kemiskinan  adalah  masalah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Kemiskinan terjadi karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan yang tidak seimbang. Pertumbuhan penduduk  lebih  cepat  dibandingkan   dengan   peningkatan hasil pertanian (pangan). Malthus berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur  (1,  2,  4,  8,  16,  32,  64,  dan  seterusnya),  sedangkan   hasil pertanian mengikuti deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11,  13,  15,  dan seterusnya).

Hasil penelitian Malthus itu menimbulkan kegemparan di Eropa dan Amerika. Akibatnya, muncul  berbagai  gerakan  pengendalian pertumbuhan penduduk dan usaha  penelitian pencarian bibit unggul dalam bidang pertanian. Revolusi Hijau menjadi  proyek  penelitian untuk  meningkatkan produksi  pangan di berbagai  negara  di dunia.  Sejumlah  varietas padi-padian  baru  yang  unggul, khususnya  gandum,  padi,  dan  jagung  dikembangkan dalam  upaya  melipat- gandakan hasil pertanian. Pelaksanaan penelitian  pertanian disponsori  oleh lembaga  Ford and  Rockefeller Foundation. Penelitian  itu dilakukan di negara Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan.

Baca juga : Perang korea dan terbentuknya Korea Utara dan Korea Selatan

Di Meksiko pada tahun 1944 didirikan sebuah pusat penelitian benih jagung dan gandum. Pusat penelitian ini mendapat bimbingan langsung dari Rockefeller Foundation. Hanya dalam  beberapa tahun,  para  peneliti  di lembaga  tersebut berhasil menemukan beberapa varietas baru yang hasilnya jauh di atas rata-rata hasil varietas lokal Meksiko. Diilhami oleh kesuksesan  hasil penelitian  di Meksiko,  pada  tahun  1962 Rockefeller  Foundation  bekerja sama  dengan  Ford  Foundation  mendirikan sebuah  badan  penelitian  untuk tanaman padi di Filipina. Badan  penelitian  ini dinamakan International  Rice Research  Institute (IRRI) yang bertempat di Los Banos, Filipina. Pusat penelitian ini ternyata juga menghasilkan suatu varietas padi baru yang hasilnya jauh melebihi rata-rata   hasil  varietas  lokal di Asia. Varietas baru  tersebut  merupakan hasil persilangan  genetik antara  varietas padi kerdil dari Taiwan yang  bernama Dee- Geowoogen dan varietas padi jangkung dari Indonesia yang bernama Peta. Hasil dari persilangan  tersebut diberi nama IR8-288-3 atau biasa dikenal dengan  IR-8 dan di Indonesia dikenal dengan sebutan padi PB-8. Setelah  penemuan padi PB-8,  disusul oleh  penemuan  varietas- varietas baru yang lain. Jenis-jenis bibit dari IRRI ini di Indonesia disebut padi unggul baru (PUB). Pada  tahun  1966, IR-8 mulai disebarkan  ke Asia diikuti oleh penyebaran IR-5 pada tahun  1967. Pada  tahun  1968 di India,  Pakistan,  Sri Lanka, Filipina, Malaysia, Taiwan, Vietnam, dan Indonesia telah dilaksanakan penanaman padi jenis IR atau PUB secara luas di masyarakat. Pada tahun 1976 areal sawah di Asia yang ditanami PUB sudah mencapai 24 juta hektar.

Revolusi Hijau adalah proses  keberhasilan  para teknologi pertanian dalam melakukan persilangan   (breeding)  antarjenis  tanaman tertentu  sehingga menghasilkan   jenis tanaman unggul  untuk  meningkatkan produksi  bahan pangan. Jenis  tanaman  unggul  itu mempunyai   ciri berumur  pendek, memberikan  hasil produksi berlipat ganda (dibandingkan dengan  jenis tradisional) dan mudah  beradaptasi dalam lingkungan apapun, asal memenuhi syarat, antara lain:

  1. tersedia cukup air;
  2. pemupukan teratur;
  3. tersedia bahan kimia pemberantas hama  dan penyakit;
  4. tersedia bahan  kimia pemberantas rerumputan
Keuntungan Refolusi Hijau

Revolusi Hijau  dapat  memberikan   keuntungan bagi  kehidupan   umat manusia, tetapi juga memberikan  dampak negatif bagi kehidupan  umat manusia.

Keuntungan  Revolusi Hijau bagi umat manusia, antara lain sebagai berikut. 

  • Revolusi Hijau menyebabkan munculnya  tanaman jenis unggul   berumur pendek sehingga intensitas penanaman per tahun menjadi bertambah (dari satu kali menjadi dua kali atau tiga kali per dua tahun). Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan  lebih banyak. Demikian juga keharusan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit akan menambah kebutuhan tenaga kerja.

    •  Revolusi Hijau dapat meningkatkan pendapatan  petani.  Dengan  paket teknologi,  biaya produksi  memang  bertambah. Namun,  tingkat  produksi yang  dihasilkannya  akan  memberikan  sisa keuntungan jauh  lebih besar daripada  usaha  pertanian tradisional.
    • Revolusi Hijau dapat merangsang kesadaran petani  dan masyarakat  pada umumnya akan pentingnya teknologi. Dalam hal ini, terkandung pandangan atau  harapan bahwa  dengan   masuknya  petani  ke  dalam  arus  utama kehidupan  ekonomi,  petani,  dan masyarakat  pada umumnya akan menjadi
    • Revolusi Hijau merangsang dinamika ekonomi masyarakat  karena  dengan hasil melimpah  akan  melahirkan  pertumbuhan ekonomi  yang meningkat pula di masyarakat. Hal ini sudah terjadi di beberapa negara,  misalnya di Revolusi Hijau di Indonesia diformulasikan dalam konsep ‘Panca usaha Tani’ yaitu:
      1. pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau  varitas unggul;
      2. pemupukan yang teratur;
      3. pengairan yang cukup;
      4. pemberantasan hama secara  intensif;
      5. teknik penanaman yang lebih teratur.

Untuk meningkatkan produksi  pangan dan produksi  pertanian umumnya dilakukan dengan empat  usaha  pokok,  yaitu sebagai berikut.

  1. Intensifikasi pertanian  yaitu  usaha  meningkatkan produksi pertanian dengan menerapkan pancausaha
  2. Ekstensifikasi pertanian yaitu usaha  meningkatkan produksi pertanian dengan membuka lahan baru termasuk usaha penang- kapan  ikan dan  penanaman rumput untuk  ma- kanan
  3. Diversifikasi pertanian yaitu usaha  meningkatkan produksi pertanian dengan keanekaragaman usaha
  4. Rehabilitasi pertanian yaitu:  usaha  meningkatkan produksi pertanian dengan pemulihan kemampuan daya produkstivitas sumber  daya pertanian yang sudah

Dampak  negatif  munculnya  Revolusi Hijau bagi  para  petani  Indonesia, antara  lain sebagai berikut.

  1. Sistem bagi hasil mengalami  perubahan. Sistem  panen  secara  bersama- sama  pada  masa  sebelumnya  mulai digeser  oleh  sistem  upah.  Pembeli memborong seluruh hasil dan biasanya menggunakan sedikit tenaga   Akibatnya, kesempatan kerja di pedesaan menjadi berkurang.
  2. Pengaruh ekonomi uang  di dalam  berbagai  hubungan  sosial di daerah pedesaan makin
  3. Ketergantungan pada pupuk  kimia dan  zat kimia pembasmi  hama  juga berdampak pada  tingginya biaya produksi yang harus  ditanggung
  4. Peningkatan produksi pangan tidak diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan  karena  penggunaan teknologi  modern  hanya  dirasakan  oleh petani

Pengaruh Revolusi Hijau terhadap  Perubahan  Sosial Ekonomi di Pedesaan dan Perkotaan  pada Masa Orde Baru

  1. Sebelum  Revolusi Hijau,  produksi  padi  yang  merupakan bahan  pangan utama di Indonesia masih bergantung pada cara pertanian dengan mengandalkan luas lahan dan teknologi yang sederhana. Pada periode  kemudian,  intensifikasi pertanian menjadi tumpuan bagi peningkatan produksi pangan nasional. Usaha peningkatan produksi pangan di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1950- an. Pada waktu itu, pemerintah menerapkan kebijakan Rencana  Kemakmuran Kasimo. Program itu dilakukan pada kurun waktu tahun 1952–1956. Keinginan mencapai produksi  pangan yang  tinggi  kemudian  dilanjutkan.  Beberapa program baru  dilaksanakan,  seperti  program padi sentra  pada  tahun  1959–1962 dan  program bimbingan  masyarakat  (bimas) pada tahun  1963–1965. Program-program tersebut telah  merintis  penerapan prinsip-prinsip Revolusi Hijau  di Indonesia  melalui pelaksanaan kegiatan  Pancausaha Tani  yang mencakup intensifikasi dan mekanisasi pertanian. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah (departemen pertanian), seperti  “Bimas (Bimbingan Massal), Intensifikasi Masal (Inmas), Insus (Intensifikasi Khusus), Opsus (Operasi Khusus). Insus dan Opsus lebih menekankan pada peningkatan partisipasi petani secara kelompok dan aparat pembina dalam meningkatkan produksi. Insus merupakan upaya  intensifikasi kelompok guna  meningkatkan potensi  lahan,  sedangkan opsus  merupakan upaya  menjangkau   lahan yang  belum  diintensifikasi dan mencoba  memberi  rangsangan dalam peningkatan produksi.

    Berbagai  usaha  yang telah dilakukan belum berhasil menutupi  kebutuhan pangan yang besar. Produksi beras per tahun menunjukkan  kenaikan dari 5,79 juta ton  pada  tahun 1950 menjadi  8,84 juta ton  pada  tahun  1965. Namun, jumlah beras yang tersedia  per jiwa masih tetap  rendah  sehingga  impor beras masih tetap tinggi. Ketika ekonomi nasional memburuk pada awal tahun 1960- an, persediaan beras nasional juga menurun. Akibatnya, harga beras meningkat dan masyarakat  sulit mendapatkan beras di pasar. Ketika Pelita I dimulai pada tahun  1969, sebuah  rencana peningkatan hasil tanaman pangan khususnya beras  dilakukan  melalui program intensifikasi  masyarakat  (inmas). Program inmas tersebut  untuk melanjutkan  program bimbingan  masyarakat (bimas).Pusat-pusat  penelitian  itu tidak hanya  bergantung pada  pembudidayaan jenis padi  yang  telah  dikembangkan oleh  IRRI. Para  peneliti  Indonesia  juga melakukan penyilangan  terhadap jenis padi lokal. Mereka berhasil menemukan jenis padi baru yang lebih berkualitas, baik dalam penanaman, tingkat produksi, maupun rasa dengan memanfaatkan teknologi baru yang ada. Hasilnya, beberapa jenis benih unggul yang dikenal sebagai  padi IR, PB, VUTW, C4,  atau  Pelita ditanam  secara luas oleh para petani  Indonesia sejak tahun 1970-an.

    Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia mengalami pasang surut karena faktor  alam ataupun   kerusakan  ekologi.  Hal  ini tentu  saja  memengaruhi persediaan beras nasional. Pada tahun 1972, produksi beras Indonesia terancam oleh musim kering yang panjang. Usaha  peningkatan produksi beras nasional sekali lagi terganggu  karena serangan hama  dengan  mencakup wilayah yang sangat  luas pada  tahun  1977. Produksi  pangan mengalami  kenaikan  ketika program intensifikasi khusus (insus) dilaksanakan  pada  tahun  1980. Hasilnya, Indonesia  mampu  mencapai tingkat  swasembada beras  dan  berhenti  meng- impor beras pada tahun 1984. Padahal,  pada tahun 1977 dan 1979 Indonesia merupakan pengimpor beras terbesar di dunia. Selain memanfaatkan jenis padi baru  yang  unggul,  peningkatan produksi  beras  di Indonesia didukung  oleh penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pengolahan tanah,  pola tanam, pengem- bangan teknologi pascapanen, penggunaan bahan kimia untuk membasmi hama pengganggu, pencetakan sawah baru, dan perbaikan serta pembangunan sarana dan prasarana irigasi. Selain kebijakan intensifikasi, Indonesia  juga melakukan pencetakan sawah baru. Sampai  tahun 1985, sudah terdapat 4,23 juta hektar sawah beririgasi terutama  di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara  Barat dibandingkan sekitar 1,8 juta hektar pada tahun 1964. Selama empat  pelita, telah dibangun dan diperbaiki sekitar 8,3  juta hektar  sawah beririgasi.

    Dengan demikian Revolusi Hijau memberikan  pengaruh yang positif dalam pengadaan pangan. Sejak tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota  FAO (Food and Agricultur Organization).  FAO telah banyak memberi bantuan  untuk pengembangan pertanian. Keberhasilan Indonesia dalam swasembada pangan dibuktikan  dengan  adanya penghargan dari FAO pada  tahun  1988. Hal ini berarti Indonesia telah dapat  mengatasi masalah pangan.(Sumber:sejarah XII IPA,Sh Mustofa, pusat perbukuan nasional 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN UNGGULAN

KISI-KISI SEJARAH X SOAL AKM

  CONTOH KISI -KISI SOAL AKM KLS X  MATA PELAJARAN IPS SEJARAH TAHUN 2022-2023