Pages

Minggu, 25 Oktober 2020

BENTENG PENDEM (VAN DEN BOSCH) NGAWI , TEMPAT WISATA EDUKASI DI NGAWI

Benteng Pendem Ngawi
, lebih dikenal sebagai Benteng Van Den Bosh adalah sebuah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Benteng ini memiliki  luas tanah 15 Ha. Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi +/- 1 Km arah timur laut. Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuansungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun

SIAPA SEBENARNYA VAN DEN BOCH ITU  ?

Van Den Bosh adalah seorang ahli keuangan Belanda yang mengusulkan diadakannya "Cultur Stellsell " yaitu tanam paksa yang diwajibkan kepada petani Nusantara untuk menanam tanaman yang laku di perdagangan international, seperti kopi,tebu, nila, teh , lada ,rempah-rempah dll. 
Bukan rahasia lagi , setelah perang Jawa atau Perang Diponegoro , Hindia Belanda kosong, begitu juga di negeri Belanda sana kas negara Belanda juga kosong, ekonomi Belanda juga porak poranda setelah refolusi Perancis. Akhirnya Van den Bosh mengusulkan Cultur Stelsell yang mengantarkannya sebagai Gubernur Jendral di Hindia Belanda (Nusantara).
Pada abad 19 Ngawi memang menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825–1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. 
Johannes Graaf Van Den Bosch dilahirkan di Herwijnen Provinsi Gelderland, Belanda pada tanggal 2 Februari 1780. Bergabung dengan Dinas Militer pada usia 17 tahun dan ditempatkan di Unit Zeni Tempur. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa pada tahun 1797 berpangkat seorang Letnan, akan tetapi pangkatnya cepat dinaikan menjadi Kolonel. Karena berselisih pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1810, Beliau dipulangkan ke Belanda. Diusia 28 tahun, Beliau mengundurkan diri dengan jabatan terakhir sebagai Kolonel. Kemudian Beliau diangkat kembali di Ketentaraan menjadi Panglima Maastricht dengan pangkat Mayor Jenderal.  Pada tahun 1827, Beliau diangkat menjadi Komisaris Jederal dan kembali ke Batavia sampai dengan menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda yang ke-43 pada tahun 1830-1834.Pada masa pemerintahannya, Beliau menetapkan sistem Cultuurstelsel atau Tanam Paksa. Proposal Tanam Paksa ini mengantarkan Beliau diangkat menjadi Gubernur Hindia Belanda oleh Raja Willem I. Tanam paksa sangat menyengsarakan bagi petani di Hindia Belanda, tetapi membawa kemakmuran di Negeri Belanda. Tanam paksa pada dasarnya memberi pajak keseluruh tanah di Pulau Jawa dengan  nilai  20% sampai  30% dan tanaman yang ditanam harus sesuai dengan komodias ekspor yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pembayarannya tidak berupa uang atau beras, tetapi dengan bentuk kerja atau penggunaan tanah. Akan tetapi Beliau dianggap gagal dalam meredam Pemberontakan Paderi (1803-1838) di Sumatera Barat dan dipanggil pulang ke Negeri Belanda. Sekembalinya ke Belanda, Beliau diangkat menjadi Menteri  Urusan Jajahan (Koloni) dan wafat di kota Den Haag pada tanggal 28 Januari 1844.

Benteng Van Den Bosch memang terlihat seperti terpendam, dikarenakan tertutup gundukan tanah yang sengaja dibangun sebagai tanggul untuk menghalau luapan air sungai Bengawan (Solo dan Madiun) serta menangkis serangan lawan.  Benteng ini dikelilingi oleh parit selebar ± 5 meter yang dahulunya dipelihara buaya buas, sehingga sulit dan berbahaya bagi tawanan dan pekerja rodi yang mencoba melarikan diri maupun pasukan pejuang yang akan menyerang.
Pada pintu gerbang pertama, terdapat bekas pondasi jembatan angkat sebagai akses penghubung untuk menuju pintu gerbang depan pertama dan masih terdapat bekas gerigi katrol pengangkat jembatan.
Bagi para pengunjung dikenakan harga tiket masuk sebesar Rp. 1.000,00 , biaya parkir sepeda motor sebesar Rp. 1.000,00 dan mobil atau bus sebesar Rp. 3.000,00. Benteng Van Den Bosch dibuka untuk umum setiap hari pada pukul 08.00-17.00 WIB.
Setelah melewati pintu gerbang depan, kemudian dilanjutkan memasuki pintu gerbang utama menuju dalam komplek benteng yang terdapat tulisan tahun 1839-1845 diatas pintu. Tahun tersebut menunjukan sebagai periode tahun pembuatan benteng Van Den Bosch. Arsitekturnya memiliki ciri bergaya Castle Eropa berpadu corak Indische.

Makam K.H. Muhammad Nursalim

Di dalam benteng ini terdapat makam K.H Muhammad Nursalim, yaitu salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke Benteng ini, konon K.H. Muhammad Nursalim adalah orang yang menyebarkan agama Islam pertama di Ngawi.  Saat itu Ngawi yang semula berstatus Onder-Regentschap dinaikkan menjadi Regentschap (Kabupaten dalam wilayah eks Karesidenan Madiun) yang dkepalai oleh Regent atau Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada tahun 1834. Hal itu dikarenakan Ngawi memiliki letak geografis yang sangat strategis dengan potensi yang sangat menguntungkan.Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1962 benteng ini beralih fungsi menjadi markas dan gudang amunisi Batalyon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kecamatan Rampal, Kabupaten Malang, serta menjadi area latihan perang. Kemudian antara tahun 1970-1980, dikosongakan karena gudang amunisi dipindahkan ke Jalan Siliwangi kota Ngawi yang sekarang menjadi maskas Kostrad. Pada tahun 2011, setelah terbengkalai cukup lama dan tertutup untuk dikunjungi, akhirnya Benteng Van Den Bosch dibuka untuk umum, dan pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Ngawi telah melakukan penataan di sekiar kawasan benteng untuk dikembangkan sebagai andalan wisata edukasi dan sejarah di Kabupaten Ngawi.

Sumur



Tepat disebelah selatan dari bangunan kantor umum, terdapat dua buah sumur yang dahulunya digunakan oleh Belanda untuk membuang jenazah korban penangkapan (tahanan) dan para pekerja rodi sehingga menjadi sebuah kuburan masal. Tentara Hindia Belanda menangkap dan mengumpukan Pekerja dari sekitar wilayah Ngawi,  kemudian dipaksa untuk mengerjakan proyek pebangunan Benteng Van Den Bosch.Pada sumur pertama yang berada di sebelah timur (masih terdapat tembok pembatasnya) para korban diceburkan kedalam sumur yang memiiki kedalaman ± 100-200 meter dalam kodisi meninggal maupun sakit setelah bekerja rodi. Kondisinya mengenaskan dan sebenarnya para korban minta untuk disempurnakan. Suasanya terasa panas dkarenakan mungkin terdapat 50 bahkan lebih jenazah yang masih terkubur dan belum diangkat, termasuk jenazah salah seorang Alim ulama Kyai yang turut diceburkan kedalam sumur ini.
Sumur berikutnya yang terletak disebelah barat (sudah tidak terdapat lagi tembok pembatasnya dan hanya menyisakan bekas pondasi bata yang melingkar/ diratakan) kondisinya jauh lebih terasa panas dan gembur (terasa berbeda dengan tanah yang tidak masuk area bekas sumur), dikarenakan jumlah korban lebih banyak, termasuk digunakan sebagai lokasi pembuangan jenazah pembantaian anggota PKI pada kurun waktu tahun 1966-1968.  Menurut penuturan Bapak Tri Edi Sarwo, kontur tanah di sumur ini setiap hari menurun (amblas), sehingga untuk mengatasinya  ditimbun dengan tanah, rumput dan sampah, agar tidak terus turun. Kotatuaku juga turut mendoakan agar arwah para korban dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Bangunan Gedung pernah di Bom oleh Jepang


Bangunan ini terletak disebelah (paling) selatan. Ukurannya seperti kantor umum dengan dua lantai dan diperkirakan merupakan bagian dari asrama/ barak bagi tentara/ serdadu Belanda, namun beberapa bagian sudah runtuh, terutama bagian atap dan beberapa temboknya, dikarenakan pernah di bom oleh tentara Dai Nippon (Jepang) pada kurun waktu 1942-1943/ saat perang Dunia II. Bagian bangunan yang lainnya sudah ditumbuhi oleh pohon beringin yang sangat besar dengan akar-akarnya yang mencengkram sebagian tembok bangunana ini. Pada bagian tengah bawah dari bangunan ini juga terdapat pintu gerbang yang menghadap kearah timur atau Sungai Bengawan Madiun, yang dahulunya di lokasi ini terdapat sebidang tanah (lapang kecil) untuk kegiatan mengumpulakan dan member makan kepada pekerja rodi.

Ruang Penjara



Pada setiap tangga yang menuju ke lantai 2 pada bangunan yang dahulu digunakan sebagai asrama/ barak tentara ini, dibawah tangga tersebut dimanfaatkan sebagai penjara yang diperuntkan bagi tahanan  yang melawan/ menentang penjajahan Kolonial Belanda waktu itu. Terdapat tiga buah ruang penjara (setiap di bawah tangga), mulai dari yang berukuran besar. Sedang dan kecil (sangat sempit) mengikuti bentuk (tinggi) tangga tersebut yang ditujukan mengikuti kesalahan dari tahanan dari ringan, sedang sampai berat. Dahulunya tahanan tersebut dimasukan dalam kondisi ruangan yang berjubel sehingga pengat dan sesak. Dikarenakn tidak manusiawi, maka banyak dari para tahanan yang meninggal saat berada di ruang penjara ini dikarenakan sakit, tidak diberi makan dan harus berebut udara dengan tahanan lainnya.

Gudang Amunisi

Gudang amunisi terletak bersebelahan dengan tangga (penjara) dan dekat dengan bastion. Setelah ditinggalkan Belanda, dikarenakan runagnnya mempunyai tingkat kelembaban yang sesuai untuk menyimpan amunisi, maka gudang amunisi ini dimanfaatkan oleh Batalyon Armed 12 sebagai gudang amunisi , sebelum dipindahkan ke Markas Kostrad di Jalan Siliwangi.
 

Pintu Gerbang Belakang



Pintu Gerbang Belakang atau yang berada di bagian paling timur dari benteng Van Den Bosch, menghadap langsung ke arah pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo dan Madiun) yang dahulunya merupakan desa Ngawi Purba sebagai cikal bakal Kabupaten Ngawi. Pada gerbang ini terdapat jeruji pintu besi dan jika sudah keluar dari komplek Benteng, maka terdapat gundukan tanah dan parit.
baca juga candi Prambanan

Koin VOC



Beberapa penduduk juga menemukan koin VOC dan Kolonial Hindia Belanda. Mereka menemukan secara tidak sengaja saat membersihkan komplek Benteng van Den Bosch ini. Koin ini berusia cukup tua dan terbuat dari bahan tembaga, bahkan ada koin yang dibuat pada tahun 1790. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POSTINGAN UNGGULAN

KISI-KISI SEJARAH X SOAL AKM

  CONTOH KISI -KISI SOAL AKM KLS X  MATA PELAJARAN IPS SEJARAH TAHUN 2022-2023